This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Senin, 12 Januari 2015

TURKIE UTSMANI



A.      Pendahuluan
Istanbul adalah Ibu kota Kesultanan Turki Utsmani. Kota ini sebelumnya adalah Ibu kota Kekaisaran Bizantium dan bernama Konstantinopel. Pada masa jayanya, bizantium adalah sebuah negara adidaya yang hanya dapat disaingi oleh Persia. Konstantinopel bertahan selama seribu tahun sebagai ibu kota bizantium sampai akhirnya Turki Utsmani merebutnya pada tahun 1453 dan menjadikannya sebagai pusat pemerintahan.
Sebenarnya, jauh sebelum Turki Utsmani di bawah kepemimpinan Sultan Muhammad al-Fâtiyang menaklukan Konstantinopel, para pemimpin Islam sudah berusaha merebut pusat pemerintahan Bizantium ini. Namun, semua yang telah dilakukan pada masa Khulafâ’ ar-Râsyidîn, Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyyah mengalami kegagalan.
Setelah Sultan Muhammad al-Fâti menjadikan Konstantinopel sebagai ibu kota Turki Utsmani, penataan mulai dilakukan terhadap kota yang kemudian berubah nama menjadi Istanbul. Para Sultan Turki Utsmani kemudian membangun kota ini hingga menjadi salah satu pusat peradaban dunia yang terkenal.
Sebagaimana halnya Bizantium, Turki Utsmani dengan ibu kota Istanbul kemudian menjadi Negara Adidaya. Meskipun dibangun oleh sekelompok kecil loyalis terhadap penguasa Seljuk Romawi, Turki Utsmani bisa berkembang menjadi sebuah raksasa politik dunia yang mencengangkan. Prestasi demi prestasi berhasil diraih oleh Turki Utsmani. Kekuasaannya meliputi wilayah yang sangat luas: Eropa Timur, Timur Tengah dan Afrika Utara. Sebagai Imperium Islam terbesar ketika itu, maka sejak masa Sultan Sâlim, para Sultan Turki Utsmanipun menggunakan gelar Khalîfah.
Sebagai ibu kota pemerintahan, Istanbul berkembang menjadi pusat kebudayaan Turki, yang merupakan perpaduan dari berbagai kebudayaan. Dalam bidang etika dan politik, Turki Utsmani banyak belajar dari bangsa Persia. Dalam bidang militer dan pemerintahan, bangsa yang berasal dari Asia Tengah ini banyak dipengaruhi oleh Bizantium. Kedua kebudayaan ini kemudian bercampur dengan Islam yang menjadi Agama orang-orang Turki Utsmani.
Sejak Masuk Islam, orang-orang Turki Utsmani telah menjadikan bangsa Arab sebagai guru mereka, baik di bidang Agama, ilmu pengetahuan, prinsip-prinsip kehidupan bermasyarakat, maupun hukum. Sejarah mencatat, selama kekuasaan Turki Utsmani, bahasa Arab menjadi bahasa resmi Negara dan hukum yang digunakan berdasarkan pada syari’at Islam.
Selain berhasil meluaskan wilayah kekuasaan Islam hingga mencapai Eropa Timur, Turki Utsmanipun berhasil meraih kemajuan di bidang arsitektur. Para Sulatn membangun banyak masjid dan istana yang megah nan indah. Masjid ketika itu memang menjadi ciri utama sebuah kota Islam. Gereja Hagia Sophia di Konstantinopel misalnya, diubah menjadi masjid sesaat setelah kota itu berhasil direbut. Setelah itu berbagai masjid dan istana dibangun oleh para sultan Turki Utsmani. Di antara masjid dan istana terpenting adalah Masjid Sultan Muammadal-Fâti, Masjid Sultan Muammadal-Qânûnî, Istana Dolmabahce dan Istana Tpkapi. Selain itu dibangun pula pasar, rumah sakit, sekolah, dan sarana-sarana penting lainnya.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa kemajuan yang diraih oleh Turki Utsmani yang paling utama adalah di bidang kemiliteran, pemerintahan, dan arsitektur. Sedangkan di bidang ilmu pengetahuan, tidak terdapat tokoh-tokoh yang menonjol selama masa kekuasaan Turki Utsmani. Mungkin ini dikarenakan bangsa Turki lebih terlatih dalam bidang kemiliteran dari pada intelektual.
B.      Sejarah Berdirinya Kerajaan Turki Utsmani
Pasca pembubaran Kesultanan Rum yang dipimpin Dinasti Seljuk Turki, pendahulu Utsmaniyah, pada tahun 1300-an, Anatolia terpecah menjadi beberapa negara merdeka (kebanyakan Turki) yang disebut emiratGhazi. Salah satu emiratGhazi dipimpin oleh Osman I (1258 - 1326). dan namanya menjadi asal usul nama Utsmaniyah.
Turki Utsmani merupakan salah satu nama di antara dinasti mesin serbuk, di samping shafawi dan mughal.[1]Dinasti Turki Utsmani merupakan kekhalifahan yang cukup besar dalam Islam dan memiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam perkembangan wilayah Islam di Asia, Afrika, dan Eropa.[2] Bangsa Turki memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan peradaban Islam.
Tentang siapa pendiri dinasti Turki Utsmani, Dr. Badrimengemukakan, bahwa pendiri dinasti ini adalah bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri China. Dalam jangka kira-kira tiga abad, mereka pindah ke Turkistan, kemudian ke Persia, dan ke Iraq. Mereka masuk Islam sekitar abad ke sembilan atau ke sepuluh, ketika mereka menetap di Asia Tengah.[3]
Nama Utsmani diambil dari nama pendirinya, yaitu Utsman bin Ertugrul. Dinasti ini sering disebut dengan Ottoman. Utsman sendiri merupakan putra Ertugrul, seorang pemimpin suku Oghuz (berasal dari daerah Mongolia) kemudian melarikan diri ke daerah barat dan mencari tempat pengungsian di tengah-tengah saudara mereka, orang-orang Turki Seljuk didataran tinggi Asia Kecil akibat tekanan bangsa Mongolia pada abad ke 13. Di Asia Kecil kaum Oghuz di bawah pimpinan Ertugrul mengabdikan diri kepada Sultan Seljuk (Alauddin II) dan membantu Sultan merebut wilayah-wilayah jajahan Bizantium. Atas keberhasilan ini, Sultan Alauddin II memberikan hadiah tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantiumuntuk Ertugrul. Sejak itu, mereka terus membina wilayah barunya dan memilih kota Syuhud sebagai ibu kota. Dr. Syafiq juga mempertegas pendapat di atas bahwa setelah hancurnya Baghdad di tangan bangsa Mongol, orang-orang Turki semakin mempertegas kemandirian mereka dalam membangun kekuasaannya sendiri.[4]
Kemudian Ertugrul mewariskan wilayah tersebut kepada puteranyaUtsmanErtugrul hingga menjadi sebuah dinasti besar. Sebagaimana ayahnya, Utsman bin Ertugrul juga mengabdikan diri untuk Sultan Alauddin II dalam peperangan melawan Bizantium hingga dapat menduduki beberapa wilayah Bizantium.
Setelah beberapa saat menikmati kemenangan atas Bizantium, pada tahun 1300 M serbuan tentara Mongol memporak-porandakan tentara Seljuk, bahkan Sultan Aluddin II Terbunuh di tangan tentara Mongolia. Kekalahan ini membuat kesultanan Seljuk tercabik-cabik. Pada kondisi demikian, Utsman bin Ertugrul(Utsman I) memproklamirkan berdirinya sebuah Dinasti Islam dan mengumumkan dirinya sebagai Padisyahal-Utsman yang berarti Raja Besar Keluarga Utsman hingga dinastinya dinamakan Utsmani (699 H/1300 M). Sejak saat itulah kerajaan atau dinasti Utsmani dinyatakan berdiri. Wilayahnya mencakup Eropa Timur, Asia Kecil, Negeri-Negeri Arab di Asia Barat dan Afrika Utara. Dengan modal wilayah sempit di Anatolia Tengah dan bekas wilayah Seljuk Rum, Turki Utsmani mampu mengembangkan sayapnya ke Eropa Timur, Asia kecil, Asia Barat dan Afrika Utara. Hal ini disebabkan karena kuatnya manajemen politik dan militer yang tertata rapi dan didukung oleh kekuatan ekonomi yang mapan. Setapak demi setapak wilayah kerajaan dapat diperluasnya. Ia menyerang daerah perbatasan Bizantium dan menaklukkan kota Broessa tahun 1317 M, kemudian tahun 1326 M dijadikan sebagai ibu kota kerajaan Turki Utsmani.[5]Namun ketika Sultan ketujuh, putra Murâd II (yaitu Muâmmad II al-Fâtih) naik tahta dan menaklukan Konstantinopel, ibu kota Turki Utsmani pindah ke Kota ini. Hingga kalau menyebut nama Turki Utsmani, maka tidak akan bisa dipisahkan dari Ibu kota baru ini (Konstantinopel), yang kemudian diganti namanya dengan Istanbul/Istambul. Istambul adalah kota terbesar di Turki. Hingga tahun 1930, orang-orang Barat lebih mengenal kota ini dengan nama Konstantinipel. Pada abad ke-19, beberapa orang menyebutnya Stambul; namun jauh sebelumnya, kota ini juga pernah dikenal dengan Bizantium/Byzantion. Istanbul merupakan salah satu kota tertua di dunia. Kota ini didirikan kira-kira pada abad ke-7 SM. Pada tahun 330, kota ini dijadikan sebagai ibu kota Romawi oleh kaisar Konstantin. Namanya kemudian diubah menjadi Konstantinopel untuk menghormatinya. Konstantinopel pada awalnya menjadi ibu kota bagian timur Kekaisaran Romawi. Namun pada tahun 395 M, setelah Romawi timur lebih dikenal dengan sebutan Bizantium dan memisahkan diri dari kekaisaran Romawi yang berpusat di Roma, Italia, Konstantinopel menjadi ibu kota kekaisaran Romawi Timur.[6] Baru, pada tahun 1453, Sultan Muammad II al-Fâtih berhasil merebut Konstantinopel dari Bizantium.[7]
Berikut adalah daftar Sultan Dinasti Utsmani di Turki:[8]
No
Tahun Berkuasa
Nama-Nama Penguasa
1
1299 – 1326 M
‘Utsmân
2
1326 – 1359 M
Urhan[9], Orkhan bin Utsmân I
3
1359 – 1389 M
Murâd I bin Orkhan
4
1389 – 1402 M
Bayazîd I bin Murâd I
5
1403 – 1421 M
Muammad I bin Bayazîd I
6
1421 – 1451 M
Murâd II bin Muammad I
7
1451 – 1481 M
Muammad II al-Fâtih bin Murâd II
8
1481 – 1512 M
Bayazîd II bin Muammad II
9
1512 – 1520 M
Sâlim I bin Bayazîd II (khalifah pertama Turki Utsmani)
10
1520 – 1566 M
Sulaimân I al-Qânûnî bin Sâlim I (khalifah agung Turki Utsmani)
11
1566 – 1574 M
Sâlim II bin Sulaimân I
12
1574 – 1595 M
Murâd III bin Sâlim II
13
1595 – 1603 M
Muammad III bin Murâd III
14
1603 – 1617 M
Amad I bin Muammad III
15
1617 – 1618 M
Musthafâ I bin Muammad III
16
1618 – 1622 M
‘Utsman II bin Amad I
17
1622 – 1623 M
Musthafâ I bin Muammad III
18
1623 -1640 M
Murâd IV bin Amad I
19
1640 – 1648 M
Ibrâhîm  bin Ahmad I
20
1648 – 1687 M
Muhammad IV bin Ibrâhîm
21
1687 – 1691 M
Sulaimân II bin Ibrâhîm
22
1691 – 1695 M
Amad II bin Ibrâhîm
23
1695 – 1703 M
Musthafâ II bin Muḫammad IV
24
1703 – 1730 M
Amad III bin Muammad IV
25
1730 – 1754 M
Maḫmûd I bin Musthafâ II
26
1754 – 1757 M
‘Utsmân III bin Amad III
27
1757 – 1774 M
Musthafâ III bin Aḫmad III
28
1774 – 1789M
‘Abdal-amîd I bin Amad III
29
1789 – 1807 M
Sâlim III bin Musthafâ III
30
1807 – 1808 M
Musthafâ IV bin ‘Abdal-Ḫamîd I
31
1808 – 1839 M
Mamûd II bin ‘Abdal-amîd I
32
1839 – 1861 M
‘Abdal-Majîd I bin Maḫmûd II
33
1861 – 1876 M
‘Abdal-‘Azîz bin Maḫmûd II
34
1876 M
Murâd V bin ‘Abdal-Majîd I
35
1876 – 1909 M
‘Abdal-amîd II bin ‘Abdal-Majîd I
36
1909 – 1918 M
Muammad V Rasyâd bin ‘Abdal-Majîd I
37
1918 – 1922 M
Muammad VI Wâid ad-Dîn bin ‘Abdal-Majîd I
38
1922 – 1924 M
‘Abdal-Majîd II

C.      Perkembangan Wilayah
Pada masa Utsmân I, daerah kekuasaan Turki Utsmani yang baru berdaulat langasung diperluas dengan menyerang daerah perbatasan Bizantium dan menaklukkan kota Broessa tahun 1317 M, kemudian tahun 1326 M dijadikan ibu kota Kerajaan Turki Utsmani.
Pada masa Orkhan bin Utsmân I (1326 – 1359 M) Turki Utsmani dapat menaklukkan Azumia (1327 M), Tasasyani (1330 M), Uskandar (1328 M), Ankara (1354 M), Gallipoli (1356 M). Daerah ini adalah bagian bumi Eropa yang pertama kali diduduki kerajaan Utsmani.[10]
Ketika Murâd I bin Orkhan berkuasa (1359 – 1389 M) selain mempermantap dan memperkuat keamanan dalam negeri, ia juga melakukan perluasan wilayah ke benua Eropa. Wilayah yang ditaklukkan adalah Adrianopel, Macedonia, Sopia, Salonia, dan seluruh wilayah bagian utara Yunani. Bahkan karena kemajuan ekspansi kerajaan ini ke Eropa yang luar biasa, Paus mengobarkan semangat perang. Sejumlah pasukan sekutu Eropa disiapkan untuk memukul mundur Turki Utsmani. Pasukan ini dipimpin oleh Sijisman, raja Honggaria. Namun sultan Bayazîd I bin Murâd I (1389 - 1403) pengganti Murâd I bin Orkhan dapat menghancurkan pasukan sekutu Kristen Eropa tersebut. Peristiwa ini merupakan catatan sejarah yang sangat gemilang bagi umat Islam.[11]
Singkat cerita, Turki Utsmani mencapai kegemilangannya pada saat kerajaan ini dapat menaklukkan pusat peradaban dan pusat agama Nasrani di Bizantium, yaitu Konstantinopel. Sultan Muammad II yang dikenal dengan Sultan Muammadal-Fâtih (1451 – 1484 M) dapat mengalahkan Bizantium dan menaklukkan Konstantinopel pada tahun 1453 M.[12] Sebenarnya, telah berulang kali pasukan muslim sejak masa Umayyah berusaha menaklukkan Konstantinopel, tetapi selalu gagal karena kokohnya benteng kota tua itu.[13]
Dengan terbukanya kota Konstantinopel sebagai benteng pertahanan terkuat Kerajaan Bizantium, lebih memudahkan arus ekspansi Turki Utsmani ke benua Eropa, terutama wilayah Eropa bagian timur. Turki Utsmani memperluas wilayah ke Eropa Timur, bahkan sampai ke pintu gerbang Wina, Austria.[14]
Akan tetapi, ketika Sultan Sâlim I bin Bayazîd II (1512 – 1520 M) naik tahta, ia mengalihkan perhatian ke arah timur dengan menaklukkan Persia, Syiria dan Dinasti Mamalik di Mesir. Usaha Sultan Sâlim I ini dikembangkan oleh Sultan Slaimân I al-Qânûnî bin Sâlim I (1520 – 1566 M). Sulaimânal-Qânûnî berhasil menundukkan Irak, Belgrado, Pulau Rodhes, Tunis, Budhapest dan Yaman. Dengan demikian, luas wilayah Turki Utsmani pada masa Sultan Slaimân I al-Qânûnî bin Sâlim I mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak, Hijaz dan Yaman di Asia, Mesir, Libia, Tunis dan Aljazair di Afrika, Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania di Eropa.[15]
Setelah Sultan Slaimân I al-Qânûnî bin Sâlim I meninggal dunia, terjadilah perebutan kekuasaan antara putera-puteranya, yang menyebabkan kerajaan Turki Utsmani mengalami kemunduran. Akan tetapi meski mengalami kemunduran, kerajaan ini untuk masa beberapa abad masih dipandang sebagai negara kuat, terutama dalam bidang militer.[16]
D.      Kejayaan
Kejayaan Turki Utsmani dialami pada abad ke-16. Ketika dinasti Turki Utsmani mencapai kejayaan ini, daerah kekuasaannya membentang dari selat Persia di Asia sampai ke pintu gerbang kota Wina di Eropa dan dari laut Gaspinne di Asia sampai ke Aljazair di Afrika Barat. Kemajuan dan perkembangan ekspansi kerajaan Turki Utsmani yang demikian luas dan berlangsung dengan cepat itu diikuti pula oleh kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk dalam aspek peradabannya.[17]
1.       Bidang keagamaan
Dalam tradisi rakyat Turki, agama menjadi faktor penting dalam transformasi sosial dan politik seluruh masyarakat. Pemerintah sendiri sangat terikat dengan syari’at Islam sehingga fatwa ulama’ menjadi hukum yang berlaku.
Kemajuan dalam bidang keagamaan pada Turki Utsmani terlihat dari tumbuh suburnya kelompok-kelompok tarekat. Di antara tarekat-tarekat yang berkembang pesat di wilayah kekuasaan Turki Utsmani adalah tarekat Bektasyi dan tarekat Maulawi. Kedua tarekat ini banyak dianut oleh masyarakat Turki, baik dari kalangan sipil maupun militer. [18]
2.       Bidang Pemerintahan dan Militer
Para pemimpin kerajaan Utsmani pada masa-masa awal memang orang-orang yang kuat, sehingga kerajaan dapat melakukan ekspansi dengan cepat dan luas. Meskipun demikian, kemajuan kerajaan Utsmani sampai masa keemasannya bukan semata-mata karena keunggulan politik para pemimpinnya. Masih banyak faktor lain yang mendukung keberhasilan ekspansi tersebut. Yang terpenting di antaranya adalah keberanian, keterampilan, ketangguhan dan kekuatan militernya yang sanggup bertempur kapan saja.
Kekuatan militer kerajaan ini mulai diorganisasi dengan baik dan teratur ketika terjadi kontak senjata dengan Eropa. Pengorganisasian yang baik dan strategi tempur militer Utsmani berlangsung dengan baik. Pembaruan dalam tubuh organisasi militer oleh Orkhan bin Utsmân I sangat berarti. Bangsa-bangsa non-Turki dimasukkan sebagai anggota, bahkan anak-anak Kristen yang masih kecil diasramakan dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit.
Program ini ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok militer baru yang disebut pasukan Yenisseri atau Inkisyariah. Pasukan inilah yang mengubah Turki Utsmani menjadi mesin perang yang paling kuat dan memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukan negeri-negeri nun-muslim di timur yang berhasil dengan baik.
Di samping Yenisseri, ada lagi prajurit dari tentara kaum feodal yang dikirim kepada pemerintah pusat. Pasukan ini disebut tentara atau kelompok militer Thaujiah. Angkatan laut pun dibenahi, karena ia memiliki peranan yang besar dalam perjalanan ekspansi Turki Utsmani. Pada abad ke-16 angkatan laut Turki Utsmani mencapai puncak kejayaannya. Kekuatan militer Turki Utsmani yang tangguh itu dengan cepat dapat menguasai wilayah yang sangat luas, baik di Asia, Afrika, maupun Eropa. Faktor utama yang mendorong kemajuan di lapangan militer ini adalah tabiat bangsa Turki itu sendiri yang bersifat militer, disiplin, dan patuh terhadap peraturan. Tabiat ini merupakan tabiat alami yang mereka warisi dari nenek moyangnya di Asia Tengah.
Penaklukan yang sangat penting adalah penaklukan Konstantinopel. Karena ia merupakan gerbang benteng terkuat Eropa. Sang penakluk Konstantinopel, Muammad II al-Fâtih pernah mengucapkan kata-kata yang penuh optimisme di saat 50 hari terakhir pengepungan Istanbul dan sering diulang-ulang, yaitu “Istanbul yang akan menaklukanku atau aku yang akan menaklukan Istanbul”.[19]
Walaupun kerajaan Turki Utsmani ini sempat diporak-porandakan oleh Timur Lenk pada masa akhir pemerintahan Bayazîd I bin Murâd I (1402 M). Timur Lenk sengaja bergerak mengincar Bayazîd I. Pada bulan Juli, dia mengalahkan pasukan Utsmani di perang Ankara, kemenangan terbesar Timur Lenk. Ini adalah satu-satunya saat dalam sejarah Dinasti Utsmani, seorang Sultan ditangkap dan meninggal dunia di tahanan pada tahun berikutnya.[20] Namun Turki Utsmani mampu bangkit lagi.
Pada masa Sultan Murâd III (1574 – 1595 M) kerajaan Utsmani pernah berhasil menyerbu Kaukasus dan menguasai Tiflis di Laut Hitam (1577 M), merampas kembali Tibris, ibu kota kerajaan Safawi, menundukkan Georgia, mencampuri urusan dalam negeri Polandia, dan mengalahkan gubernur Bosnia pada tahun 1593 M.
Keberhasilan ekspansi tersebut dibarengi pula dengan terciptanya jaringan pemerintahan yang teratur. Dalam mengelola pemerintahan yang luas, sultan-sultan Turki Utsmani senantiasa bertindak tegas.[21]Dalam struktur pemerintahan, sultan sebagai penguasa tertinggi dibantu oleh Shadral-A’dhom (perdana menteri) yang membawahi Pasya (gubernur). Gubernur mengepalai daerah tingkat I. Di bawahnya terdapat beberapa orang as-Zanâziq atau al-Alawiyah (bupati).
Untuk mengatur urusan pemerintahan negara, di masa Sultan Sulaimân I disusun sebuah kitab Undang-Undang (Qân ). Kitab tersebut diberi nama Multaqa al-Abhur, yang menjadi pegangan.[22]
3.       Arsitektur
Pada masa Sultan Sulaimân I terjadi peristiwa Islamisasi fisik besar-besaran. Kota Konstantinopel (Ibu kota Romawi) direbut tahun 1453 (masa Muammad II al-Fâtih) sehingga gereja Santa Sophia (gereja termegah di dunia) diubah menjadi masjid. Hogia Sophia (nama lain dari gereja Santa Sophia) adalah bangunan yang sangat indah, kubahnya sangat besar dan tinggi, dengan jendela-jendela di atasnya menumpahkan cahaya yang berpendar keemasan tatkala masuk ke dalam interiornya, memancarkan karisma mistis yang tidak dimiliki bangunan manapun di Konstantinopel, ia paling agung di zamannya.[23]
Hal ini diikuti dengan gereja-gereja kecil yang kemudian dijadikan masjid. Begitu juga kota Konstantinopel diganti namanya menjadi Istanbul (yang berarti kota Islam). Masjid Sulaimâniyah dibangun dengan penuh kemegahan atas perintah Sultan Sulaimân I. Arsitektur Islam mulai mewarnai kawasan Eropa Timur.[24] Pembangunan Istana Topkali (istana kerajaan) dan herem.[25]
4.       Ilmu Pengetahuan
Pada era Sultan Amad III, mengadakan pembukaan percetakan di Istanbul tahun 1727 M, untuk kepentingan kemajuan ilmu pengetahuan. Demikian juga gerakan penerjemahan buku-buku Eropa ke dalam bahasa Turki. Namun dalam bidang keilmuan, kurang menonjol. Oleh karena itulah di dalam khazanah intelektual Islam kita tidak menemukan ilmuwan terkemuka dari Turki Utsmani.[26] Hanya sedikit di antara mereka bisa dikedepankan, di antaranya adalah KatipCelebi (ahli geografi dan sejarawan), Nasuhal-Matrakî (ahli matematika, sejarah, dan geografi), Taqiyuddîn (astronom, fisikawan, dan ulama’), dan SyehVefa (astronom pembuat diagram pergerakan benda-benda langit).[27]
5.       Budaya
Turki Utsmani telah membawa peradaban Islam menjadi peradaban yang paling maju di zamannya. Ketika itu muncul tokoh penting di bidang kebudayaan, seperti yang terlihat pada abad ke-16, 17, dan 18. Di antara tokoh-tokoh penting tersebut adalah Nâfi’, seorang penyair terkenal yang hidup  sekitar tahun 1582 – 1636 M. Ia berhasil mengubah karya-karya sastra kaside yang mendapat tempat di hati para Sultan.
Selain Nâfi’, terdapat pula seorang penulis yang membawa pengaruh Persia ke dalam istana Turki Utsmani, yaitu Yûsuf Nabi (1642 - 1712). Ia bekerja sebagai juru tulis MusahifMusthafâ, salah seorang menteri Turki Utsmani yang berasal dari Persia. Melalui karya-karyanya, beliau menunjukkan pengetahuannya yang luar biasa di bidang puisi. Karya-karyanya menyentuh hampir semua persoalan, baik agama, filsafat, romantika, cinta, maupun mistisisme. Selain membuat puisi, ia juga menulis biografi, sejarah, prosa, geografi, dan rekaman perjalanan.
Dalam bidang sastra prosa, melahirkan dua tokoh terkemuka, yaitu KatibCelebi dan EvliyaCelebi. Namun yang dianggap memiliki pengaruh besar adalah KatibCelebi.[28]
Ada pula penyair diwan. Salah seorang yang terkemuka adalah MuḫammadEsat Efendi, yang lebih dikenal dengan nama Galip Dede atau Syah Galip. Ia hidup antara tahun 1757 – 1799 M.[29]
Era Turki Utsmani terjadi akulturasi budaya Arab (prinsip sosial kemasyarakatan dan keilmuan), Persia (etika kerajaan), dan Bizantium (strategi militer).[30]
6.       Ekonomi
Dalam bidang ekonomi, Turki Utsmani tidak banyak menonjol mereka hanya mengandalkan upeti dan pajak saja. Namun, Akibat perang yang tidak pernah berhenti, perekonimian negara merosot. Pendapatan berkurang, sementara belanja negara sangat besar, termasuk untuk biaya perang.
Apalagi setelah memudarnya kejayaan Utsmani dan kekuatan Eropa Barat bangkit, hal itu memiliki implikasi luas. Karena Utsmani tidak mampu lagi mengontrol perdagangan transit Asia-Eropa akibat pelayaran Vasco De Gama yang telah membuka wilayah Asia dan Afrika bagi eksploitasi Barat. Pada saat yang bersamaan, dinasti Shafawi mencapai puncak kekuasaan yang menandakan kekuatan baru dunia Islam. Akibatnya tanah-tanah taklukan hilang, nilai mata uang merosot, krisis ekonomi yang menyebabkan sistem dalam negeri Utsmani mengalami keguncangan.[31]
E.       Kemunduran dan Runtuhnya
Kemunduran Turki Utsmani berawal dari wafatnya Sultan Sulaimânal-Qânûnî pada tahun 1566 M. Para penggantinya tidak mampu mempertahankan kejayaan Turki Utsmani yang telah dicapai sebelumnya. Kondisi tersebut dimanfaatkan oleh negara-negara Eropa untuk melakukan ekspansi ke dunia Islam, yang mencapai puncaknya apa awal abad ke-20. Ketika terjadi Perang Dunia I.[32]
Menurut Dr. Badri Yatim, MA., bahwa faktor-faktor yang menyebabkan kerajaan Turki Utsmani mengalami kemunduran adalah sebagai berikut:[33]
1.       Wilayah kekuasaan yang sangat luas
Administrasi pemerintahan bagi satu negara yang sangat luas wilayahnya sangat rumit dan kompleks, sementara administrasi pemerintahan kerajaan Turki Utsmani tidak beres. Di pihak lain, para penguasa sangat berambisi menguasai wilayah yang sangat luas, sehingga mereka terlibat perang terus-menerus dengan berbagai bangsa.
2.       Heteroginitas Penduduk
Sebagai kerajaan besar, Turki Utsmani menguasai wilayah yang sangat luas, mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak, Syiria, Hijaz, dan Yaman di Asia. Mesir, Libia, Tunis, dan Aljazair di Afrika. Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria dan Rumania di Eropa. Wilayah yang luas itu didiami penduduk yang beragam, baik dari segi agama, ras, etnis, maupun adat istiadat. Untuk mengatur penduduk yang beragam dan tersebar di wilayah yang sangat luas itu diperlukan satu organisasi pemerintahan yang teratur.
3.       Kelemahan Para Penguasa
Sepeninggal Sultan Sulaimânal-Qânûnî, kerajaan Utsmani diperintah oleh Sultan-Sultan yang lemah, baik dalam kepribadian maupun kepemimpinannya. Akibatnya pemerintahan menjadi kacau. Kekacauan itu tidak pernah dapat diatasi secara sempurna, bahkan semakin lama menjadi parah.
4.       Budaya Korupsi
Korupsi merupakan perbuatan yang sudah umum terjadi dalam kerajaan Utsmani. Setiap jabatan yang hendak diraih oleh seseorang harus dibayar dengan sogokan kepada orang yang berhak memberikan jabatan tersebut. Budaya korupsi ini mengakibatkan dedikasi moral kian merajarela yang membuat pemerintahan semakin rapuh.
5.       Pemberontakan Tentara Yenisseri
Kemajuan ekspansi Kerajaan Utsmani banyak ditentukan oleh kuatnya tentara Yenisseri. Dengan demikian, dapat dibayangkan bagaimana kalau tentara ini memberontak. Pemberontakan tentara Yenisseri ini terjadi sebanyak empat kali, yaitu pada tahun 1525 M, 1632 M, 1727 M, dan 1826 M.
6.       Merosotnya Perekonomian
Akibat perang yang tidak pernah berhenti, perekonimian negara merosot. Pendapatan berkurang, sementara belanja negara sangat besar, termasuk untuk biaya perang.
Setelah memudarnya kejayaan Utsmani dan kekuatan Eropa Barat bangkit, memiliki implikasi luas. Karena Utsmani tidak mampu lagi mengontrol perdagangan transit Asia-Eropa akibat pelayaran Vasco De Gama yang telah membuka wilayah Asia dan Afrika bagi eksploitasi Barat. Pada saat yang bersamaan, dinasti Shafawi mencapai puncak kekuasaan yang menandakan kekuatan baru dunia Islam. Akibatnya tanah-tanah taklukan hilang, nilai mata uang merosot, krisis ekonomi yang menyebabkan sistem dalam negeri Utsmani mengalami keguncangan.[34]
7.       Terjadinya Stagnasi dalam lapangan ilmu dan teknologi
Kerajaan Utsmani kurang berhasil dalam pengembangan ilmu dan teknologi, karena hanya mengutamakan pengembangan kekuatan militer. Kemajuan militer yang tidak diimbangi oleh kemajuan ilmu dan teknologi menyebabkan kerajaan ini tidak sanggup menghadapi persenjataan musuh dari Eropa yang lebih maju.
8.       Janji Palsu Sekutu Terhadap Islam Pada Perang Dunia I
Keterlibatan Turki Utsmani sebagai salah satu pelaku Perang Dunia I membuat wilayah peperangan menjadi semakin luas. Sultan Turki Utsmati menyatakan perang melawan Sekutu (Inggris, Prancis, Rusia, dan Amerika Serikat) adalah jihad. Bersama dengan Jerman yang sejak abad ke-19 menampilkan diri sebagai ‘teman’ umat Islam, Turki Utsmani dengan gigih melawan Sekutu. Perang ini akhirnya melibatkan berbagai kelompok muslim secara langsung maupun tidak langsung. Sebagian dari mereka mendukung Jerman dan Turki Utsmani, tetapi sebagian lain justru mendukung Sekutu. Dukungan bagi sekutu terutama diberikan oleh orang-orang Arab. Dukungan tersebut tidak lepas dari janji-janji manis Sekutu kepada pemimpin Arab. Sir Henry McMahon, Komisaris Tinggi Inggris di Mesir, berjanji kepada Syarif Ḫusain, bahwa Inggris akan mendukungnya sebagai penguasa Hijaz. Namun, pada akhir tahun 1915, pemerintahan Inggris di India justru mendekati Ibnu Sa’ûd, Raja Najed, yang merupakan pesaing berat Syarif Ḫusain.[35]Berbagai janji manis itu akhirnya tidak menjadi kenyataan.
Setelah Sekutu memenangi Perang Dunia I, mereka  memaksakan syarat perdamaian kepada bekas musuh mereka dalam serangkaian perjanjian perdamaian. Yang paling berpengaruh terhadap dunia Islam adalah Perjanjian Sevres pada 10 Agustus 1920, antara Sekutu dan Turki Utsmani.
Di antara isi perjanjiannya adalah sebagai berikut:
a.       Daerah Hijaz diakui sebagai kerajaan bebas.[36]
b.      Suriah termasuk Lebanon dijadikan daerah mandat Prancis, sedangkan Mesopotamia dan Palestina dijadikan daerah mandat Inggris.[37]
c.       Wilayah Kesultanan Turki Utsmani di benua Eropa dibatasi pada daerah Konstantinopel dan sekitarnya. Namun, karena desakan kelompok nasionalis Turki, di bawah pimpinan Musthafa Kemal Ataturk, wilayah Turki di daerah Balkan akhirnya sedikit diperluas dalam perjanjian Lausanne pada 24 Juli 1923 M.
9.       Pemberontakan dunia Arab[38]
Selain kekalahan demi kekalahan dari koalisi Eropa, pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan oleh penguasa Arab turut pula mempercepat runtuhnya Turki Utsmani. Di antara pemberontakan itu adalah gerakan Wahabi di Semenanjung Arab. Gerakan ini dipimpin oleh Muhammad bin ‘Abdal-Wahhâb (1703 – 1787 M), seorang ulama’ yang berkoalisi dengan Muḫammad bin Sa’ûd, penguasa Najed. Walaupun pemberontakan ini masih bisa diatasi oleh Muḫammad Ali Pasya, gubernur Turki Utsmani yang berkuasa di Mesir.
Pemberontakan lainnya dilakukan oleh Fakhruddin, seorang pemimpin Druze di Lebanon dan Suriah yang bergabung denganJanbulat (pemimpin Kurdi). Dia bersekutu dengan Duke Duscany, Paus dan Raja Spanyol untuk menguasai Palestina. Dia berhasil menguasai Ba’labak (Lebanon) pada 1610 dan berusaha merebut Damaskus. Namun pada tahun 1613, pasukan Turki Utsmani datang menghadangnya di sepanjang pantai Suriah dan membuatnya melarikan diri ke Italia.
Pemberontakan berikutnya dilakukan oleh orang-orang Mamluk di Mesir, yang mencoba bangkit ketika Turki Utsmani sedang berperang melawan negara-negara Eropa.’AlîBeyal-Kabîr, yang berasal dari Georgia dan beragama Krieten berhasil menguasai Kairo. Dia dibantu oleh budaknya, MuḫammadBey atau AbûZahab.  Yang akhirnya ditaklukkan oleh Prancis pada tahun 1798 M.
Wilayah Irak menjadi ajang perebutan antara Turki Utsmani yang beraliran Sunni dan Safawi yang beraliran Syi’ah. Safawi ingin menaklukkan Iraq karena banyak penganut yang sealiran dengan mereka. Selain itu terdapat pula tempat yang disucikan oleh kaum Syi’ah di Irak, yaitu Karbala.[39]
Karena faktor-faktor tersebut, Turki Utsmani menjadi lemah dan kemudian mengalami kemunduran dalam berbagai bidang. Pada periode selanjutnya di masa modern, kelemahan kerajaan Utsmani ini menyebabkan kekuatan Eropa tanpa segan-segan menjajah dan menduduki daerah-daerah muslim yang dulunya berada di bawah kekuasaan kerajaan Turki Utsmani, terutama di Timur Tengah dan Afrika Utara.
F.       Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.       Sejarah Berdirinya. Nama Utsmani diambil dari nama pendirinya, yaitu Utsman bin Ertugrul, seorang pemimpin suku Oghuz (berasal dari daerah Mongolia) kemudian melarikan diri ke daerah barat dan mencari tempat pengungsian di tengah-tengah saudara mereka, orang-orang Turki Seljuk di dataran tinggi Asia Kecil akibat tekanan bangsa Mongolia pada abad ke 13. Di Asia Kecil kaum Oghuz di bawah pimpinan Ertugrul mengabdikan diri kepada Sultan Seljuk (Alauddin II) dan membantu Sultan merebut wilayah-wilayah jajahan Bizantium. Atas keberhasilan ini, Sultan Alauddin II memberikan hadiah tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantium untuk Ertugrul. Sejak itu, mereka terus membina wilayah barunya dan memilih kota Syuhud sebagai ibu kota.
2.       Perluasan Wilayah. Luas wilayah Turki mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak, Hijaz dan Yaman di Asia, Mesir, Libia, Tunis dan Aljazair di Afrika, Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania di Eropa. Dan yang paling fenomenal adalah penaklukan Konstantinopel oleh Sultan Muammad II al-Fâtih yang merupakan gerbang awal dibukanya ekspansi ke Eropa.
3.       Kejayaan/kemajuannya. Sebagai berikut:
a.       Bidang Keagamaan
Kemajuan dalam bidang keagamaan pada Turki Utsmani terlihat dari tumbuh suburnya kelompok-kelompok tarekat.
b.      Bidang Militer dan Pemerintahan
Pengorganisasian yang baik dan strategi tempur militer Utsmani berlangsung dengan baik. Pembaruan dalam tubuh organisasi militer oleh Orkhan bin Utsmân I sangat berarti. Bangsa-bangsa non-Turki dimasukkan sebagai anggota, bahkan anak-anak Kristen yang masih kecil diasramakan dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit. Program ini ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok militer baru yang disebut pasukan Yenisseri atau Inkisyariah. Pasukan inilah yang mengubah Turki Utsmani menjadi mesin perang yang paling kuat dan memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukan negeri-negeri nun-muslim di timur yang berhasil dengan baik.
Keberhasilan ekspansi tersebut dibarengi pula dengan terciptanya jaringan pemerintahan yang teratur. Dalam mengelola pemerintahan yang luas, sultan-sultan Turki Utsmani senantiasa bertindak tegas. Dalam struktur pemerintahan, sultan sebagai penguasa tertinggi dibantu oleh Shadral-A’dhom (perdana menteri) yang membawahi Pasya (gubernur). Gubernur mengepalai daerah tingkat I. Di bawahnya terdapat beberapa orang as-Zanâziq atau al-Alawiyah (bupati). Untuk mengatur urusan pemerintahan negara, di masa Sultan Sulaimân I disusun sebuah kitab Undang-Undang (Qân ). Kitab tersebut diberi nama Multaqa al-Abhur, yang menjadi pegangan.
c.       Arsitektur
Pada masa Sultan Sulaimân I terjadi peristiwa Islamisasi fisik besar-besaran. Kota Konstantinopel (Ibu kota Romawi) direbut tahun 1453 (masa Muammad II al-Fâtih) sehingga gereja Santa Sophia (gereja termegah di dunia) diubah menjadi masjid. Hal ini diikuti dengan gereja-gereja kecil yang kemudian dijadikan masjid. Begitu juga kota Konstantinopel diganti namanya menjadi Istanbul (yang berarti kota Islam). Masjid Sulaimâniyah dibangun dengan penuh kemegahan atas perintah Sultan Sulaimân I. Arsitektur Islam mulai mewarnai kawasan Eropa Timur.
d.      Ilmu Pengetahuan
Pada era Sultan Amad III, mengadakan pembukaan percetakan di Istanbul tahun 1727 M, untuk kepentingan kemajuan ilmu pengetahuan. Demikian juga gerakan penerjemahan buku-buku Eropa ke dalam bahasa Turki. Namun dalam bidang keilmuan, kurang menonjol. Oleh karena itulah di dalam khazanah intelektual Islam kita tidak menemukan ilmuwan terkemuka dari Turki Utsmani. Hanya sedikit di antara mereka bisa dikedepankan, di antaranya adalah KatipCelebi (ahli geografi dan sejarawan), Nasuhal-Matrakî (ahli matematika, sejarah, dan geografi), Taqiyuddîn (astronom, fisikawan, dan ulama’), dan SyehVefa (astronom pembuat diagram pergerakan benda-benda langit).
e.      Budaya
Era Turki Utsmani terjadi akulturasi budaya Arab (prinsip sosial kemasyarakatan dan keilmuan), Persia (etika kerajaan), dan Bizantium (strategi militer).
f.        Ekonomi
Dalam bidang ekonomi, Turki Utsmani tidak banyak menonjol mereka hanya mengandalkan upeti dan pajak saja. Namun, Akibat perang yang tidak pernah berhenti, perekonimian negara merosot. Pendapatan berkurang, sementara belanja negara sangat besar, termasuk untuk biaya perang. Apalagi setelah memudarnya kejayaan Utsmani dan kekuatan Eropa Barat bangkit, hal itu memiliki implikasi luas. Karena Utsmani tidak mampu lagi mengontrol perdagangan transit Asia-Eropa akibat pelayaran Vasco De Gama yang telah membuka wilayah Asia dan Afrika bagi eksploitasi Barat. Pada saat yang bersamaan, dinasti Shafawi mencapai puncak kekuasaan yang menandakan kekuatan baru dunia Islam. Akibatnya tanah-tanah taklukan hilang, nilai mata uang merosot, krisis ekonomi yang menyebabkan sistem dalam negeri Utsmani mengalami keguncangan.
4.       Kemunduran/runtuhnya. Penyebabnya adalah sebagai berikut:
a.       Wilayah kekuasaan yang sangat luas
b.      Heteroginitas Penduduk
c.       Kelemahan Para Penguasa
d.      Budaya Korupsi
e.      Pemberontakan Tentara Yenisseri
f.        Merosotnya Perekonomian
g.       Terjadinya Stagnasi dalam lapangan ilmu dan teknologi
h.      Janji Palsu Sekutu Terhadap Islam Pada Perang Dunia I
i.         Pemberontakan dunia Arab
G.     Penutup
Dinasti Utsmani di Turki merupakan Kerajaan Islam yang berkuasa cukup lama, hampir 7 abad lamanya (1290 – 1924 M) dan merupakan kerajaan besar. Kerajaan Utsmani didirikan oleh Utsmâan I putra Ertoghul bangsa Turki dari Kabilah Oghus yang mula-mula mendiami daerah Mongol dan daerah utara China.
Dinasti Turki Utsmani mengalami kemajuan dalam berbagai bidang, terutama dalam ekspansi atau perluasan wilayah. Sebagai bangsa yang terkenal dengan militer yang kuat, wilayah kekuasaannya meliputi tiga benua, yaitu Asia, Afrika, dan Eropa.
Peradaban Islam di Turki Utsmani mengalami kemajuan antara lain di bidang kemiliteran dan pemerintahan, Diana militer dan pemerintahan Turki sangat kuat. Dalam segi budaya, sastra, dan arsitek bangunan sangat berhasil. Dalam bidang keagamaan, suasana keagamaan Islam juga cukup berhasil dengan baik. Adapun dalam bidang ilmu pengetahuan, Turki Utsmani tidak mengalami kemajuan yang berarti.
Turki Utsmani yang pernah berjaya sebagai kekhalifahan terakhir dalam dunia Islam, akhirnya mengalami kemunduran karena beberapa faktor yang melatar belakanginya. Walaupun demikian, kebesaran yang pernah dialami oleh Dinasti ini telah membawa pengaruh yang sangat besar dalam dunia peradaban, khususnya dunia peradaban Islam.




DAFTAR PUSTAKA

Armagan, Mustafa, Muhammad al-Fatih,terj. Erwin Putra (Jakarta: Kaysa Media, 2012)

Bakri, Syamsul, Peta Sejarah Peradaban Islam, cet.1, (Yogyakarta: Fajar Media Press, 2011)

Hamka, Sejarah Umat Islam Jilid III, (Jakarta: Bulan Bintang, 180)

Marozzi, Justin, Timur Lenk,terj. FahmyYamani dan Sidik Nugroho (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2004)

Mughni, Syafiq A, Sejarah Kebudayaan Islam di Turki, (Jakarta: Logos, 1997)

Munir Amin, Syamsul, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010)

Siauw, Felix Y., Muhammad al-Fatih1453,terj. Salman Iskandar (Jakarta: al-Fatih Press, 2013)

Syafii Antonio, Muhammad., dan Tim TAZKIA, Ensiklopedia Peradaban Islam Istanbul, (Jakarta: TAZKIA Publishing, 2012)

Toprak, Binnaz, Islam dan Perkembangan Politik di Turki, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999)

Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 199)




[1]SyamsulBakri, Peta Sejarah Peradaban Islam, cet.1, (Yogyakarta: Fajar Media Press, 2011), Hal. 135.
[2]Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), Hal. 193.
[3]Dr. Badri Yatim, M.A., Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 199), Hal. 130.
[4]Dr. Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam di Turki, (Jakarta: Logos, 1997), Hal. 1.
[5]Syamsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), Hal. 195.
[6]Muhammad Syafii Antonio dan Tim TAZKIA, Ensiklopedia Peradaban Islam Istanbul, (Jakarta: TAZKIA Publishing, 2012), Hal. 5-6.
[7]Dr. Badri Yatim, M.A., Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 199), Hal. 132.
[8]Muhammad Syafii Antonio dan Tim TAZKIA, Ensiklopedia Peradaban Islam Istanbul, (Jakarta: TAZKIA Publishing, 2012), Hal. 25.
[9]Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), Hal. 210.
[10]Prof. Dr. Hamka, Sejarah Umat Islam Jilid III, (Jakarta: Bulan Bintang, 180), Hal. 131.
[11]Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), Hal. 196.
[12]Prof. Dr. Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspek Jilid I, (Jakarta: UI Press, 1985), Hal. 84.
[13]Dr. Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam di Turki, (Jakarta: Logos, 1997), Hal. 70.
[14]Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), Hal. 196.
[15]Ibid, Hal. 197.
[16]ibid.
[17]ibid.
[18]Muhammad Syafii Antonio dan Tim TAZKIA, Ensiklopedia Peradaban Islam Istanbul, (Jakarta: TAZKIA Publishing, 2012), Hal. 57.
[19]Mustafa Armagan, Muhammad al-Fatih,terj. Erwin Putra (Jakarta: Kaysa Media, 2012), Hal. 92.
[20]JustinMarozzi, Timur Lenk,terj. FahmyYamani dan Sidik Nugroho (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2004), Hal. 507.
[21]BinnazToprak, Islam dan Perkembangan Politik di Turki, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999), Hal. 43.
[22]Muhammad Syafii Antonio dan Tim TAZKIA, Ensiklopedia Peradaban Islam Istanbul, (Jakarta: TAZKIA Publishing, 2012), Hal. 55.
[23]Felix Y. Siauw, Muhammad al-Fatih1453,terj. Salman Iskandar (Jakarta: al-Fatih Press, 2013), Hal. 258.
[24]SyamsulBakri, Peta Sejarah Peradaban Islam, cet.1, (Yogyakarta: Fajar Media Press, 2011), Hal. 139.
[25]Istana Topkali merupakan pusat kekuasaan Utsmani di Istanbul yang di dalamnya terdapat tempat tinggal Sultan yang disebut herem.
[26]Dr. Badri Yatim, M.A., Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 199), Hal. 135-136.
[27]Muhammad Syafii Antonio dan Tim TAZKIA, Ensiklopedia Peradaban Islam Istanbul, (Jakarta: TAZKIA Publishing, 2012), Hal. 55.
[28]Nama asli KatibCelebi adalah Musthafâ bin ‘Abdullâh atau Haji Halite. Lihat di Encyclopedia of Islamic Civilization (buku ke-7).
[29]Muhammad Syafii Antonio dan Tim TAZKIA, Ensiklopedia Peradaban Islam Istanbul, (Jakarta: TAZKIA Publishing, 2012), Hal. 56.
[30]Dr. Badri Yatim, M.A., Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 199), Hal. 135-136.
[31]SyamsulBakri, Peta Sejarah Peradaban Islam, cet.1, (Yogyakarta: Fajar Media Press, 2011), Hal. 142.
[32]Muhammad Syafii Antonio dan Tim TAZKIA, Ensiklopedia Peradaban Islam Istanbul, (Jakarta: TAZKIA Publishing, 2012), Hal. 159.
[33]Dr. Badri Yatim, M.A., Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 199), Hal. 168.
[34]SyamsulBakri, Peta Sejarah Peradaban Islam, cet.1, (Yogyakarta: Fajar Media Press, 2011), Hal. 142.
[35]Muhammad Syafii Antonio dan Tim TAZKIA, Ensiklopedia Peradaban Islam Istanbul, (Jakarta: TAZKIA Publishing, 2012), Hal. 160.
[36]Klausul tersebut merupakan pengakuan kepada negara Arab yang diproklamasikan oleh Syarif Ḫusain pada 27 Juni 1916. Syarif Husain kemudian dinobatkan menjadi raja Negara itu pada 29 Oktober 1916. Namun Ibnu Sa’ûd, yang menguasai sebagian besar wilayah negara tersebut, memaksa Syarif Ḫusai untuk menyerahkan kekuasaannya kepada putranya ‘Alî, pada tahun 1924. Dan akhirnya pada tahun 1925, Syarif ‘Alî pun dipaksa mengundurkan diri dan Ibnu Sa’ûd dikukuhkan menjadi raja Hijaz dan sultan Nejed pada 8 Januari 1926.
[37]Status mandat merupakan bentuk pemerintahan antara jajahan dan negara merdeka.menurut ketentuan ini, status mandat diberikan kepada negara-negara yang oleh negara pemenang perang dianggap belum siap untuk memperoleh kemerdekaan penuh dan masih membutuhkan bimbingan negara maju dalam proses menuju kemerdekaan. Mandat semacam ini diberikan oleh Liga Bangsa-bangsa kepada sejumlah negara.
[38]Muhammad Syafii Antonio dan Tim TAZKIA, Ensiklopedia Peradaban Islam Istanbul, (Jakarta: TAZKIA Publishing, 2012), Hal. 165-167.
[39]Karbala adalah tempat Imam usain mati terbunuh di tangan orang-orang Umayyah.