This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Rabu, 21 Desember 2011

IBU PAHLAWAN PENDIDIKAN

Hello sobat... Kalau kita berbicara masalah ibu, mungkin tinta ini akan habis sebelum usai menulis tentangnya. Karena udah rahasia umum kalau ibu itu pahlawan segudang jasa yang tak mengharap balas jasa.
Ibu adalah pahlawan hidup anak. Ia mengandung anaknya kurang lebih 9 bulan 9 hari. Rasa sakit, letih, pusing, dan segudang kepayahan selama itu juga ia rasakan, ia tahan, ia abaikan, ia ikhlaskan demi calon buah hatinya tercinta. Ia bawa ke mana-mana calon buah hatinya, tidur ia bawa, berjalan ia bawa, duduk ia bawa, pergi ia bawa, ke kamar mandi ia bawa, masak ia bawa, ke manapun ia selalu membawa calon buah hatinya tanpa keluh kesah.
Ketika melahirkan calon buah hatinya, ia curahkan sepenuh asa, sepenuh tenaga, sepenuh nafas, dan ia pertaruhkan segenap nyawa. Kala itu, sejuta sakit ia tahan, sejuta asa ia hadirkan, sejuta nafas ia hempaskan, dan sejuta nyawa ia pertaruhkan.
Kala buah hatinya telah lahir, ia curahkan sejuta kasih, ia curahkan sejuta sayang, ia curahkan sejuta perhatian. Buah hatinya yang kala itu tidak bisa apa-apa lemah tak berdaya dan hanya nangis yang bisa ia lakukan. laper ia nangis, kenyang ia nangis, mau pipis ia nangis, mau 'BAB' ia nangis, ingin tidur ia nangis, tak bisa tidur ia nangis, bangun tidur ia nangis, mau apapun ia cuma bisa nangis. Dengan penuh kasih ASInya pun ia kasih, dengan penuh sayang ia istirahat cuma saat sembahyang doang, dengan penuh perhatian tidurnya ia tundakan untuk menggendong dan menina bobokan. Betapa besarnya jasa ibu terhadap buah hatinya.
Sobat, ibu juga seorang pahlawan pendidikan. Ialah yang mendidik kita sejak masih dalam kandungan. ia perdengarkan kata-kata yang baik untuk calon buah hati. Ketika udah lahir, ia mengajarkan kita bagaimana berkomunikasi, bagaimana cara duduk, bagaimana cara tidur, bagaimana cara merangkak, bagaimana cara berjalan, bagaimana cara berlari, bagaimana membaca, bagaimana menulis, bagaimana beretika, bagaimana beradaptasi, bagaimana bergaul, mana yang baik untuk dilakukan dan mana yang tidak baik untuk dilakukan.
Mungkin tanpa bimbingan dan arahannya, kita belum bisa berkomunikasi, belum bisa merangkak, apalagi berjalan atau berlari, tanpa arahan dan bimbingannya mungkin kita belum tahu bagaimana bersikap sopan, bagaimana membedakan antara yang baik dan yang buruk. IBU kita adalah pahlawan pendidikan kita, tanpa didikannya kita tidak bisa eksis di dunia ini, kita tidak bisa survive di dunia ini. Ibu.... engkaulah pahlawanku... tiada balasan setimpal yang bisa kupersembahkan  untukmu. semoga Allah membalasnya dengan yang lebih baik. Amin.....

Love Needs Commitment

Sobat muda muslim, perlu juga dikasih tahu istilah komitmen nih, soalnya pernah lho ada teman kita yang nggak tahu istilah konsisten. Hehehe… dalam kamus, tertulis: commitment kb. 1 janji. commitments memenuhi janji-janjinya; juga berarti tanggung jawab. Kalo dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), komitmen artinya perjanjian (keterikatan) untuk melakukan sesuatu; bisa juga berarti kontrak.
Itu sebabnya, kalo kita ngomong soal komitmen pastinya ada hubungan dengan apa yang telah kita ikrarkan atau kita sepakati dalam melakukan atau membuktikan sesuatu. Kalo kita cinta kepada diri sendiri, maka kita harus berani membiasakan diri kita ditempa dengan disiplin, bila perlu dalam level tertentu disiplin bisa berfungsi untuk ‘menghukum’ kita agar lebih kuat, lebih semangat, lebih memiliki komitmen serius. Namun demikian, jangan sampai alasan mencintai diri kita sendiri lalu menjadikan kita egois dengan nggak mau mikirin orang lain. Bukan begitu, sobat. Justru sebaliknya, karena kita mencintai diri sendiri maka kita harus berkomitmen untuk menjaga janji itu dan kita aplikasikan juga dalam mencintai kepada sesama. Sebab, kepada orang lain saja kita cinta, apalagi kepada diri sendiri. Logika sederhananya sih gitu.

Jangan cuma bisa bilang: “cinta”
Boyz and girlz s4ntri g@ul comunitY, jangan pernah ucapkan kata cinta jika kita masih tak bisa memberikan pengorbanan terbesar dalam hidup kita demi yang kita cintai. Jangan sampe keluar kata cinta jika kita tak berani membela yang kita cintai. Sebab, cinta bukan hanya ucapan yang manis di bibir, bukan kata yang kedengarannya indah di telinga, dan bukan pula tulisan yang membuat kita merasa bahagia. Bukan hanya itu. Karena cinta harus diwujudkan dalam perilaku. ‘Kalimah sakti’ itu harus tercermin dalam perbuatan dan pikiran. Sekali berani bilang cinta, maka seharusnya kita akan berani berkomitmen untuk berkorban, berani membela, dan berani bertanggung jawab terhadap apa yang kita cintai.
Sobat muda muslim, tolong jangan menggombal atas nama cinta. Jangan pula pura-pura jadi orang yang penuh cinta dengan menipu diri karena sejatinya kita belum sepenuhnya mencintai apa yang kita cintai. Cinta itu bukan main-main, cinta adalah wujud dari keseriusan kita bahwa kita akan berusaha melakukan apa saja demi yang kita cintai. Kalo kita mengecewakan yang kita cintai, tentunya cinta kita palsu. Kalo kita mengkhianati apa yang kita cintai, tentunya bukan cinta sejati. Sebab, jika benar-benar cinta kepada apa yang kita cintai, kita nggak bakalan mengecewakan apalagi mengkhianatinya. Tul nggak sih?
Maka, jangan berani bilang cinta kepada Allah Swt., jika kita ternyata masih melanggar aturanNya. Sungguh sangat aneh jika kita berani mengatakan cinta kepada Allah, sementara kita doyan alias hobi banget menolak perintahNya, sementara laranganNya malah kita lakukan. Pastinya ada yang error alias tulalit kalo kita bilang: “Aku cinta kepada Allah Swt.”, tapi dalam kelakuan kita nggak mencerminkan kecintaan kita kepadaNya.
Misalnya nih, meski sholat rajin dan puasa rajin, tapi perintah Allah Swt. yang lainnya seperti menutup aurat kalo keluar rumah nggak kita lakukan. Anak cewek yang tertutup rapat dengan kain mukena ketika sholat, seharusnya menutup rapat auratnya pula ketika keluar rumah. Seringnya kan nggak ya. Rapi pada saat sholat, begitu keluar rumah malah tampil mengumbar aurat.
Bro, jangan bilang cinta kepada Rasulullah saw., jika ternyata kita masih melanggar aturan yang ditetapkan Rasulullah saw. Sebab, apa yang disampaikan oleh Rasulullah saw. sejatinya adalah wahyu dari Allah Swt. Ditegaskan oleh Allah Swt. dalam firmanNya: “…kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru. Dan tiadalah yang diucapkannya itu (al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).”(QS an-Najm [53]: 2-4)
Kalo kita masih mengumbar hawa nafsu dengan melakukan aktivitas pacaran, berarti selain melanggar aturan Allah Swt., juga melanggar aturan Rasulullah saw. Dan, tentu aja itu artinya nggak mencintai Allah Swt. dan RasulNya. Allah menjelaskan larangan mendekati zina (lihat QS al-Isra ayat 32). Nah, hadis Nabi juga ada. Beliau saw. bersabda:“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah tidak melakukan khalwat dengan seorang wanita yang tidak disertai mahromnya. Karena sesungguhnya yang ketiga adalah syaitan.” (HR Ahmad)
Sobat, jangan bilang cinta kepada Rasulullah saw., kalo kita nggak tersinggung ketika ada pihak-pihak yang dengan sengaja melecehkan Rasulullah saw. Aneh banget kan kalo kita ngakunya cinta mati sama Rasulullah saw., tapi kita nggak marah ketika ada orang yang menjelekkan Rasulullah saw. Banyak kok kasusnya. Dulu jamannya pelecehan yang dilakukan sebuah media massa Denmark dengan membuat kartun Nabi Muhammad saw., apakah kita marah? Kalo adem ayem saja, ada something wrong dalam pikir dan rasa kita, tepatnya pada keimanan kita. Ati-ati sobat!
Terus, jangan pula ngobral bilang cinta kepada ortu kita, jika kita masih suka melawannya, mencelanya, merendahkannya, dan bahkan menghinanya. Bohong banget kalo kita ngaku-ngaku cinta sama ortu kita, tapi setiap ortu minta tolong untuk kebaikan kita malah menolaknya. Percuma bilang cinta sama ortu, tapi kalo diingetin untuk kebaikan dan kebenaran kita malah menghardiknya. Anak macam apa itu? (muhasabah diri yuk!)
Bro en Sis, jangan pula kita dengan mudah bilang cinta kepada sesama muslim, kalo praktiknya dalam kehidupan ternyata kita nggak mau bekerjasama saling mengingatkan dalam kebenaran dan saling membantu jika di antara kita mengalami kesusahan. Bohong banget ngaku-ngaku cinta kepada sesama kaum muslimin, tapi ketika ada saudara seakidah kita minta tolong malah dicuekkin. Apalagi sesama aktivis dakwah, mentang-mentang beda kelompok dakwah, lalu nggak mau menolong jika beda kelompok dakwah. Lebih parah lagi jika para aktivis dakwah itu masih sodara kandung. Karena kakaknya beda kelompok dakwah dengan adiknya, lalu ketika mereka membutuhkan pertolongan malah disuruh minta ke temen-temen dari kelompok dakwah masing-masing. Yee.. mana ukhuwahmu? So, bohong banget ngaku-ngaku cinta sesama muslim tapi dengan sesama kaum muslimin sendiri nggak mau menolong hanya karena yang akan ditolong beda kelompok dakwah.
Oya, rasa-rasanya kita perlu bertanya kepada diri sendiri, benar nggak sih kita cinta sama diri kita sendiri? Jangan ngaku-ngaku cinta sama diri sendiri, jika kenyataannya kita senang menjerumuskan diri dalam bahaya dan kerusakan. Bohong banget bilang cinta ama diri sendiri, tapi setiap hari kita nenggak minuman keras, sering juga mengkonsumsi narkoba, tubuh kita dipenuhi tattoo. Bahkan banyak di antara kita yang mengumbar auratnya dan dipajang di sampul majalah porno atau joget-joget kayak cacing kepanasan mempertontonkan keindahan tubuhnya di layar televisi (termasuk mereka yang menjerumuskan tubuh-tubuh mereka dalam perzinahan).
Menurut saya, mereka adalah orang-orang yang nggak cinta pada dirinya sendiri. Kalo dipikir-pikir, memang sih tubuh kita ya tanggung jawab kita sepenuhnya. Mau diapakan saja terserah kita. Wong, itu tubuh kita. But, kita kudu ingat sobat. Bahwa tubuh kita bukan milik kita. Tubuh kita sejatinya milik Allah Swt. Jadi, tuh tubuh kudu kita pelihara dan dijaga sesuai aturan dari yang menciptakan kita, yakni Allah Swt.
Termasuk nih, jangan bilang cinta kepada lawan jenis kalo dalam praktiknya ternyata kita malah menodai cinta tulusnya dengan ekspresi cinta yang dilarang agama: gaul bebas dengan lawan jenis bukan mahram dan bahkan sampe berzina.Naudzubillahi min dzalik!
Brur an Sis, jangan pula bilang cinta sama Islam kalo praktiknya kita malah nggak mau diatur sama ajaran Islam. Bahkan mencampakkan syariat Islam. Naif banget bukan? Itu sebabnya, jangan sampe deh kamu begitu rupa kelakuannya. Ya, jangan cuma bisa berani bilang cinta tapi miskin komitmen.
Bro en Sis, coba kita merenung sejenak en pikir-pikir tentang keberadaan kita saat ini. Malu nggak sih kalo kita dapetin predikat muslim, sementara kita nggak mau diatur sama aturan Islam? Padahal, dengan predikat muslim itu kita jadi punya komunitas dan memiliki ciri khas. So, kalo menjauh dari Islam dan aturannya, bukan tak mungkin kita bakalan sesat. Termasuk nih, kalo kita menyimpang dari ajaran Islam karena nggak mau diatur sama Islam, ada kemungkinan juga akhirnya celaka karena akan dapetin azab Allah di akhirat nanti. Sumpah!
Firman Allah Swt. tentang orang-orang yang sesat akibat menjauh dari kebenaran Islam: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS al-Baqarah [2]: 256)
Dalam ayat lain Allah Swt. menjelaskan: “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS al-Ahzab [33]: 36)
Yuk mari, kita tunjukkan komitmen dalam mencintai berbagai hal, khususnya mencintai Islam. Malu (dan yang jelas berdosa) banget sebagai muslim, bila yang kita cintai adalah segala hal yang menjauhkan diri kita dari hidayahNya. Itu sih namanya cinta tanpa komitmen. Mencintai Islam jadinya sekadar pemanis bibir saat diucapkan, tapi miskin dalam gerak dan komitmen. Sayang sekali bukan? Semoga kita bisa tetap mencintai Islam dan syariatnya dengan menunjukkan komitmen yang serius dalam upaya mewujudkan cinta kita tersebut. Setuju ya? Sip deh!

Ketua PBNU: Jangan Salahkan Kucingnya

By Tony D' Max in s4ntri g@ul cOmunitY 

Menurut Ketua Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) H Slamet Effendy Yusuf pendapat untuk tidak membuka aurat atau dengan berpakaian rok mini di tempat umum sebenarnya sebuah nasehat yang baik. Karena itu, sebaiknya kaum perempuan tak harus beraksi.“Sebenarnya ini kan otokritik bagi pemakai rok mini, jadi ada baiknya juga didengar, “ ujarnya kepada hidayatullah.com, Ahad (18/09/2011) malam.

Hanya saja, menurut mantan Ketua Gerakan Pemuda Ansor ini, wacana ini menjadi kurang tepat karena berbarengan dengan kasus pemerkosaan yang baru saja terjadi di Jakarta.Ia mengaku, baru-baru ini melakukan survey sederhana terhadap pengguna rok mini. Hasilnya cukup menarik. Sebagian pemakai rok mini memang sengaja menarik perhatian pria, namun sebagian yang lain memakai karena tuntutan pekerjaan atau perusahaan.Karena itu, menurutnya, kaum perempuan yang berdemo membela rok mini belum tentu mewakili semua pemakai rok mini, khususnya mereka yang terpaksa menggunakan karena tuntutan pekerjaannya.“Sebab, jika disuruh memilih, para karyawan toko pengguna rok mini akan lebih suka menutup tubuhnya daripada membukanya,” lanjutnya.

Karena itu, ia kurang sependapat dengan tudingan yang mengatakan, yang salah bukan rok mini nya, tapi otak yang melihat. Baginya, dua-duanya juga bersalah.“Otak itu bekerja karena perintah dan stimulus dari indra lain. Orang buta dari lahir, mana bisa memiliki birahi karena rok mini?,” ujarnya.Logikanya sederhana saja, kalau punya ikan di rumah, ya tutupi. Kalau gak ya digondol kucing.Lha masak ini kucingnya yang disalahkan,” jawabnya.*

SUMBER: Hidayatullah.com

Jangan Diam, Karena Diam Tak Selalu Identik "Emas"!

HARI itu, saya mendapatkan pelajaran berharga dari seorang teman wanita. Sebut saja namanya Fitri (30). Hari itu, mantan aktivis masjid kampus yang juga seorang penulis masalah-masalah kewanitaan ini sedang menuju sebuah warnet untuk mengirim sebuah email penting. Di sebelah Fitri, duduk seorang pasangan remaja menggunakan baju SMU. Si wanita, bahkan menggunakan kerudung (jilbab).
Belum lama Fitri menggunakan fasilitas komputer warnet, nampaknya ia telah gelisah dan tidak berkosentrasi. Beberapa detik kemudian, Fitri berdiri dan menghampiri kedua pasangan belia tersebut.
“Anda berdua sekolah di mana?,” ujarnya dengan pertanyaan sangat sopan.
“Sekolah di dekat sini saja mbak, memang ada apa?” jawab si pria.
“Boleh nggak saya bertanya sesuatu, “ lanjut Fitri. “Apakah Anda berdua sudah ingin menikah? Ataukah Anda berdua memiliki masalah dengan orangtua atas hubungan Anda berdua ini?
“Tidak. Kami tak ada masalah dengan ortu. Bahkan kami belum menikah, memang ada apa sebenarnya?,” tanya si pria dengan penuh penasaran.
“Nah, kalau itu masalahnya, Anda tidak boleh semena-mena menampakkan layaknya suami-istri di depan orang seperti ini. Jika Anda ingin segera menikah, atau ingin menikah tapi terbentur orangtua, saya bersedia membantu masalah Anda. Kalau perlu saya akan datangi orangtuamu untuk menjelaskan ini.
“Taukah Anda, bahwa apa yang Anda lakukan itu haram? Anda tak boleh melakukan peluk-cium dan lebih dari itu karena belum menikah. Apalagi Anda melakukan seenaknya di hadapan banyak orang, “ujar Fitri dengan tenang.
Entah karena merasa malu, atau waktu bermain di warnetnya habis, kedua pasangan itu segera beranjak pergi. Drama mengagetkan beberapa menit ini sempat disaksikan puluhan orang. Bahkan termasuk penjaga warnet.
“Saya ini wanita. Mungkin, saya tak mampu melakukan amar ma’ruf nahi munkar melebih layaknya pria. Tapi itulah yang bisa saya lakukan, sebagai bentuk selemah-lemahnya iman, “ ujar Fitri menjelaskan tindakannya itu kepada saya. Terus terang, sebagai pria saya sangat malu.
Mulai dari yang Remeh
Hari itu, aku telah mendapatkan pelajaran luar biasa dari seorang teman wanita saja yang luar biasa ini. Tapi berapa banyak di antara kita mau melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar seperti Fitri?
Banyak di antara kita mengalami hal serupa, melihat langsung kemunkaran. Namun, banyak di antara kita mendiamkannya. Padahal, amar ma’ruf dan nahi munkar adalah poros atau pusat yang agung dalam agama Islam. Kedua-duanya tak boleh dipisahkan. Tegaknya Islam di antaranya karena adanya amar ma’ruf dan nahi munkar.

Secara defenisi, ma’ruf adalah segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah, sedangkan munkar adalah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari Allah.
Agama Islam menyuruh kepada pemeluknya untuk melakukan perbuatan yang baik, dan juga melarang atau mencegah pemeluknya untuk melakukan perbuatan yang keji serta munkar.
Ketika kedzaliman di mana-mana, kemaksiatan merajalela, kebodohan melanda, ketika akhlak manusia berubah menjadi layaknya hewan karena hawa nafsunya, dan bahkan manusia sudah tidak punya hati nurani lagi, saat itu datang Rasulullah Muhammad diutus oleh Allah SWT. Beliau datang untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar.
Masalah ini dijelaskan dalam dalam surat Ali Imran ayat 110 yang artinya,
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَلَوْءَامَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرَهُمُ الْفَاسِقُون
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS: Ali Imran: 110).
Dari surat ini, Allah SWT mengatakan sendiri, bahwa umat Muhammad adalah umat terbaik, yang selalu menyeru kepada yang ma’ruf dan senantiasa mencegak kemunkaran. Bukan mendiamkan kemunkaran dan kemaksiatan.
Dalam sebuah hadits disebutkan, “Barangsiapa melihat suatu kemunkaran hendalah ia merobah dengan tangannya. Apabila tidak mampu, hendaklah dengan lidahnya (ucapan), dan apabila tidak mampu juga hendaklah dengan hatinya dan itulah keimanan yang paling lemah.” (HR. Muslim)
Hadits ini menjelaskan dengan sangat jelas, bahwa kita diminta untuk mencegah kemunkaran sebisa mungkin dan dengan tahapan yang jelas. Pertama dengan tangan, kedua dengan lisan. Baru ketika semua tak mampu dilakukan, maka yang terakhir baru dengan doa.
Namum umumnya kebanyakan di antara kita belum melakukan apa-apa, tetapi memilih yang terakhir. Yang lebih menyedihkan, justru banyak juga di antara kita membiarkan kemunkaran, meski itu di depan mata kita.

Alkisah, Imam An-Nawawi adalah seorang ulama salaf yang dikenal zuhud, wara’ dan bertaqwa. Beliau sederhana, qana’ah dan berwibawa. Beliau menggunakan banyak waktu beliau dalam ketaatan. Sering tidak tidur malam untuk ibadah atau menulis.
Beliau juga dikenal menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, termasuk kepada para penguasa sekalipun. Suatu hari, beliau menulis surat berisi nasehat untuk pemerintah dengan bahasa yang sangat halus.
Suatu ketika beliau dipanggil oleh raja Azh-Zhahir Bebris untuk menandatangani sebuah fatwa. Datanglah beliau yang dikenal bertubuh kurus dan berpakaian sangat sederhana. Raja pun meremehkannya dan berkata: ”Tandatanganilah fatwa ini!!.”
Namun beliau membacanya dan menolak untuk membubuhkan tanda tangan. Tentusaja sang Raja marah. ”Kenapa tak mau menandatangani?” Beliau menjawab: ”Karena berisi kedhaliman yang nyata”. Raja semakin marah dan berkata: ”Pecat ia dari semua jabatannya.”

Tapi sang pembantu raja bingung. ”Ia tidak punya jabatan sama sekali.”
Raja ingin membunuhnya tapi Allah menghalanginya. Maka ketika Raja ditanya, ”Kenapa tidak engkau bunuh saja dia padahal sudah bersikap demikian kepada Tuan?” Sang raja menjawab,”Demi Allah, aku sangat segan padanya.”
Aktif, bukan pasif
Kemunkaran adalah semua yang dinilai jelek oleh syariat, yaitu yang hukumnya haram. Kemunkaran yang diubah adalah yang terlihat mata atau yang sejajar dengan kedudukan mata, dan mengubahnya ketika melihat kemunkaran tersebut.
Kemunkaran yang tidak terlihat mata tapi diketahui masuk dalam pembahasan nasihat. Dan yang diubah adalah kemunkarannya. Adapun pelakunya maka masalah tersendiri.
Mengubah kemunkaran tidak sama dengan menghilangkan kemunkaran. Oleh karena itu telah dikatakan mengubah kemunkaran jika telah mengingkarinya dengan lisannya atau hatinya, walaupun tidak menghilangkan kemunkaran itu dengan tangannya.

Batasan kewajiban mengubah kemunkaran terikat dengan kemampuan atau dugaan kuat. Artinya, jika seorang memiliki kemampuan untuk menghilangkan kemunkaran dengan tangan maka wajib untuk menghilangkan dengan tangannya. Demikian juga jika diduga kuat pengingkaran dengan lisan akan berfaedah maka wajib mengingkari dengan lisannya. Adapun pengingkaran dengan hati maka wajib bagi semuanya, karena setiap muslim pasti mampu untuk mengingkari dengan hatinya.
Diriwayatkan dalam sebuah hadits;

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوسَ بِالطُّرُقَاتِ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا لَنَا مِنْ مَجَالِسِنَا بُدٌّ نَتَحَدَّثُ فِيهَا فَقَالَ إِذْ أَبَيْتُمْ إِلَّا الْمَجْلِسَ فَأَعْطُوا الطَّرِيقَ حَقَّهُ قَالُوا وَمَا حَقُّ الطَّرِيقِ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ غَضُّ الْبَصَرِ وَكَفُّ الْأَذَى وَرَدُّ السَّلَامِ وَالْأَمْرُ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْيُ عَنْ الْمُنْكَرِ
"Dari Zaid bin Aslam dari 'Atha` bin Yasar dari Abu Sa'id Al Khudri radliallahu 'anhu bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah kalian duduk-duduk di pinggir jalan." Mereka (para sahabat) berkata; "Wahai Rasulullah, Itu kebiasaan kami yang sudah biasa kami lakukan karena itu menjadi majelis tempat kami untuk bercakap-cakap." Beliau bersabda: "Jika kalian tidak mau meninggalkan majelis seperti itu maka tunaikanlah hak jalan tersebut." Mereka bertanya: "Apa hak jalan itu?" Beliau menjawab: "Menundukkan pandangan, menyingkirkan halangan, menjawab salam dan amar ma'ruf nahi munkar." (HR. Buhari, 5761)
Meninggalkan Amar ma’ruf
Menegakkan amar ma’ruf nahi munkar merupakan salah satu bentuk iqâmatul hujjah (penyampaian hujjah) bagi seluruh umat manusia secara umum, dan para pelaku maksiat secara khusus. Sehingga ketika turun musibah dan bencana mereka tidak bisa berdalih dengan tidak adanya orang yang memberikan peringatan dan nasehat kepada mereka. Mereka juga tidak bisa beralasan dengan hal yanga sama di hadapan Allah Ta’ala kelak.
Allah Ta’ala berfirman:
رُّسُلاً مُّبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ لِئَلاَّ يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ وَكَانَ اللّهُ عَزِيزاً حَكِيماً
"Rasul-rasul itu adalah sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, agar tidak ada alasan bagi manusia untuk membantah Allah setelah rasu-rasul itu diutus. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS an-Nisâ:165)
Karenanya, dengan melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar akan terlepas tanggungan kewajiban untuk melaksanakannya (lazim disebut barâtu dzimmah) dari pundak orang-orang yang telah menjalankannya. Namun jika tidak ada yang berinisiatif menegakkan, maka dosanya akan ditanggung semua kaum Muslim. Dengan demikian, maka kedudukan amar ma’ruf dan nahi munkar sesungguhnya bersifat aktif bukan pasif.
Banyak kemaksiatan di sekitar kita. Di jalan-jalan, banyak remaja melakukan maksiat tanpa ada yang menasehati dan memperingatkan. Di pasar, di mall, bahkan di depat pintu rumah kita sekalipun, maksiat meraja lela. Sayang, tak banyak di antara kita “turun” untuk memberi peringatan dan nasehat. Jika itu terus terjadi, maka kelak orang berpendapat, kemaksiatan adalah sesuatu yang baik dan tidak salah.
Inilah saatnya kita beramar ma’ruf. Marilah kita melakukan sesuatu –terutama dalam menengakkan amar ma’ruf dan nahi munkar—di sekitar kita. Sebab tak selamanya diam itu selalu identik dengan “emas”.*
AB MaulanaPenulis adalah orangtua 4 orang anak