A.
Pendahuluan
Istanbul adalah
Ibu kota Kesultanan Turki Utsmani. Kota ini sebelumnya adalah Ibu kota
Kekaisaran Bizantium dan bernama Konstantinopel. Pada masa jayanya, bizantium
adalah sebuah negara adidaya yang hanya dapat disaingi oleh Persia. Konstantinopel
bertahan selama seribu tahun sebagai ibu kota bizantium sampai akhirnya Turki
Utsmani merebutnya pada tahun 1453 dan menjadikannya sebagai pusat
pemerintahan.
Sebenarnya, jauh
sebelum Turki Utsmani di bawah kepemimpinan Sultan Muhammad al-Fâtiḫyang
menaklukan Konstantinopel, para pemimpin Islam sudah berusaha merebut pusat
pemerintahan Bizantium ini. Namun, semua yang telah dilakukan pada masa Khulafâ’
ar-Râsyidîn,
Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyyah mengalami kegagalan.
Setelah Sultan Muhammad
al-Fâtiḫ
menjadikan Konstantinopel sebagai ibu kota Turki Utsmani, penataan mulai
dilakukan terhadap kota yang kemudian berubah nama menjadi Istanbul. Para
Sultan Turki Utsmani kemudian membangun kota ini hingga menjadi salah satu
pusat peradaban dunia yang terkenal.
Sebagaimana halnya
Bizantium, Turki Utsmani dengan ibu kota Istanbul kemudian menjadi Negara
Adidaya. Meskipun dibangun oleh sekelompok kecil loyalis terhadap penguasa
Seljuk Romawi, Turki Utsmani bisa berkembang menjadi sebuah raksasa politik
dunia yang mencengangkan. Prestasi demi prestasi berhasil diraih oleh Turki
Utsmani. Kekuasaannya meliputi wilayah yang sangat luas: Eropa Timur, Timur
Tengah dan Afrika Utara. Sebagai Imperium Islam terbesar ketika itu, maka sejak
masa Sultan Sâlim, para Sultan Turki Utsmanipun menggunakan gelar Khalîfah.
Sebagai ibu kota
pemerintahan, Istanbul berkembang menjadi pusat kebudayaan Turki, yang
merupakan perpaduan dari berbagai kebudayaan. Dalam bidang etika dan politik,
Turki Utsmani banyak belajar dari bangsa Persia. Dalam bidang militer dan
pemerintahan, bangsa yang berasal dari Asia Tengah ini banyak dipengaruhi oleh
Bizantium. Kedua kebudayaan ini kemudian bercampur dengan Islam yang menjadi
Agama orang-orang Turki Utsmani.
Sejak Masuk Islam,
orang-orang Turki Utsmani telah menjadikan bangsa Arab sebagai guru mereka,
baik di bidang Agama, ilmu pengetahuan, prinsip-prinsip kehidupan
bermasyarakat, maupun hukum. Sejarah mencatat, selama kekuasaan Turki Utsmani,
bahasa Arab menjadi bahasa resmi Negara dan hukum yang digunakan berdasarkan
pada syari’at Islam.
Selain berhasil
meluaskan wilayah kekuasaan Islam hingga mencapai Eropa Timur, Turki Utsmanipun
berhasil meraih kemajuan di bidang arsitektur. Para Sulatn membangun banyak
masjid dan istana yang megah nan indah. Masjid ketika itu memang menjadi ciri
utama sebuah kota Islam. Gereja Hagia Sophia di Konstantinopel misalnya, diubah
menjadi masjid sesaat setelah kota itu berhasil direbut. Setelah itu berbagai
masjid dan istana dibangun oleh para sultan Turki Utsmani. Di antara masjid dan
istana terpenting adalah Masjid Sultan Muḫammadal-Fâtiḫ,
Masjid Sultan Muḫammadal-Qânûnî, Istana Dolmabahce dan Istana
Tpkapi. Selain itu dibangun pula pasar, rumah sakit, sekolah, dan sarana-sarana
penting lainnya.
Secara umum dapat
disimpulkan bahwa kemajuan yang diraih oleh Turki Utsmani yang paling utama
adalah di bidang kemiliteran, pemerintahan, dan arsitektur. Sedangkan di bidang
ilmu pengetahuan, tidak terdapat tokoh-tokoh yang menonjol selama masa
kekuasaan Turki Utsmani. Mungkin ini dikarenakan bangsa Turki lebih terlatih
dalam bidang kemiliteran dari pada intelektual.
B.
Sejarah Berdirinya Kerajaan
Turki Utsmani
Pasca pembubaran Kesultanan Rum yang dipimpin Dinasti Seljuk Turki,
pendahulu Utsmaniyah, pada tahun 1300-an, Anatolia terpecah menjadi beberapa negara merdeka (kebanyakan Turki) yang disebut emiratGhazi. Salah satu emiratGhazi dipimpin oleh Osman I (1258 - 1326). dan namanya menjadi asal usul nama Utsmaniyah.
Turki Utsmani
merupakan salah satu nama di antara dinasti mesin serbuk, di samping shafawi
dan mughal.[1]Dinasti
Turki Utsmani merupakan kekhalifahan yang cukup besar dalam Islam dan memiliki
pengaruh yang cukup signifikan dalam perkembangan wilayah Islam di Asia,
Afrika, dan Eropa.[2] Bangsa
Turki memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan peradaban Islam.
Tentang siapa
pendiri dinasti Turki Utsmani, Dr. Badrimengemukakan, bahwa pendiri dinasti ini
adalah bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah Mongol dan daerah
utara negeri China. Dalam jangka kira-kira tiga abad, mereka pindah ke
Turkistan, kemudian ke Persia, dan ke Iraq. Mereka masuk Islam sekitar abad ke
sembilan atau ke sepuluh, ketika mereka menetap di Asia Tengah.[3]
Nama Utsmani
diambil dari nama pendirinya, yaitu Utsman bin Ertugrul. Dinasti ini sering
disebut dengan Ottoman. Utsman sendiri merupakan putra Ertugrul, seorang
pemimpin suku Oghuz (berasal dari daerah Mongolia) kemudian melarikan diri ke
daerah barat dan mencari tempat pengungsian di tengah-tengah saudara mereka,
orang-orang Turki Seljuk didataran tinggi Asia Kecil akibat tekanan bangsa
Mongolia pada abad ke 13. Di Asia Kecil kaum Oghuz di bawah pimpinan Ertugrul
mengabdikan diri kepada Sultan Seljuk (Alauddin II) dan membantu Sultan merebut
wilayah-wilayah jajahan Bizantium. Atas keberhasilan ini, Sultan Alauddin II
memberikan hadiah tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantiumuntuk
Ertugrul. Sejak itu, mereka terus membina wilayah barunya dan memilih kota
Syuhud sebagai ibu kota. Dr. Syafiq juga mempertegas pendapat di atas bahwa
setelah hancurnya Baghdad di tangan bangsa Mongol, orang-orang Turki semakin
mempertegas kemandirian mereka dalam membangun kekuasaannya sendiri.[4]
Kemudian Ertugrul
mewariskan wilayah tersebut kepada puteranyaUtsmanErtugrul hingga menjadi
sebuah dinasti besar. Sebagaimana ayahnya, Utsman bin Ertugrul juga mengabdikan
diri untuk Sultan Alauddin II dalam peperangan melawan Bizantium hingga dapat
menduduki beberapa wilayah Bizantium.
Setelah beberapa
saat menikmati kemenangan atas Bizantium, pada tahun 1300 M serbuan tentara
Mongol memporak-porandakan tentara Seljuk, bahkan Sultan Aluddin II Terbunuh di
tangan tentara Mongolia. Kekalahan ini membuat kesultanan Seljuk
tercabik-cabik. Pada kondisi demikian, Utsman bin Ertugrul(Utsman I) memproklamirkan
berdirinya sebuah Dinasti Islam dan mengumumkan dirinya sebagai Padisyahal-Utsman
yang berarti Raja Besar Keluarga Utsman hingga dinastinya dinamakan Utsmani
(699 H/1300 M). Sejak saat itulah kerajaan atau dinasti Utsmani dinyatakan
berdiri. Wilayahnya mencakup Eropa Timur, Asia Kecil, Negeri-Negeri Arab di
Asia Barat dan Afrika Utara. Dengan modal wilayah sempit di Anatolia Tengah dan
bekas wilayah Seljuk Rum, Turki Utsmani mampu mengembangkan sayapnya ke Eropa
Timur, Asia kecil, Asia Barat dan Afrika Utara. Hal ini disebabkan karena
kuatnya manajemen politik dan militer yang tertata rapi dan didukung oleh
kekuatan ekonomi yang mapan. Setapak demi setapak wilayah kerajaan dapat diperluasnya.
Ia menyerang daerah perbatasan Bizantium dan menaklukkan kota Broessa tahun
1317 M, kemudian tahun 1326 M dijadikan sebagai ibu kota kerajaan Turki
Utsmani.[5]Namun
ketika Sultan ketujuh, putra Murâd II (yaitu Muâmmad II al-Fâtih)
naik tahta dan menaklukan Konstantinopel, ibu kota Turki Utsmani pindah ke Kota
ini. Hingga kalau menyebut nama Turki Utsmani, maka tidak akan bisa dipisahkan
dari Ibu kota baru ini (Konstantinopel), yang kemudian diganti namanya dengan
Istanbul/Istambul. Istambul adalah kota terbesar di Turki. Hingga tahun 1930,
orang-orang Barat lebih mengenal kota ini dengan nama Konstantinipel. Pada abad
ke-19, beberapa orang menyebutnya Stambul; namun jauh sebelumnya, kota ini juga
pernah dikenal dengan Bizantium/Byzantion. Istanbul merupakan salah satu kota
tertua di dunia. Kota ini didirikan kira-kira pada abad ke-7 SM. Pada tahun
330, kota ini dijadikan sebagai ibu kota Romawi oleh kaisar Konstantin. Namanya
kemudian diubah menjadi Konstantinopel untuk menghormatinya. Konstantinopel pada
awalnya menjadi ibu kota bagian timur Kekaisaran Romawi. Namun pada tahun 395
M, setelah Romawi timur lebih dikenal dengan sebutan Bizantium dan memisahkan
diri dari kekaisaran Romawi yang berpusat di Roma, Italia, Konstantinopel
menjadi ibu kota kekaisaran Romawi Timur.[6]
Baru, pada tahun 1453, Sultan Muḫammad II al-Fâtih berhasil merebut
Konstantinopel dari Bizantium.[7]
Berikut adalah
daftar Sultan Dinasti Utsmani di Turki:[8]
No
|
Tahun Berkuasa
|
Nama-Nama Penguasa
|
1
|
1299
– 1326 M
|
‘Utsmân
|
2
|
1326
– 1359 M
|
Urhan[9], Orkhan bin Utsmân
I
|
3
|
1359
– 1389 M
|
Murâd
I bin Orkhan
|
4
|
1389
– 1402 M
|
Bayazîd
I bin Murâd
I
|
5
|
1403
– 1421 M
|
Muḫammad
I bin Bayazîd I
|
6
|
1421
– 1451 M
|
Murâd
II bin Muḫammad
I
|
7
|
1451
– 1481 M
|
Muḫammad
II al-Fâtih
bin Murâd
II
|
8
|
1481
– 1512 M
|
Bayazîd
II bin Muḫammad
II
|
9
|
1512
– 1520 M
|
Sâlim
I bin Bayazîd II (khalifah pertama Turki Utsmani)
|
10
|
1520
– 1566 M
|
Sulaimân
I al-Qânûnî
bin Sâlim
I (khalifah agung Turki Utsmani)
|
11
|
1566
– 1574 M
|
Sâlim
II bin Sulaimân I
|
12
|
1574
– 1595 M
|
Murâd
III bin Sâlim
II
|
13
|
1595
– 1603 M
|
Muḫammad
III bin Murâd III
|
14
|
1603
– 1617 M
|
Aḫmad
I bin Muḫammad
III
|
15
|
1617
– 1618 M
|
Musthafâ
I bin Muḫammad
III
|
16
|
1618
– 1622 M
|
‘Utsman II bin Aḫmad
I
|
17
|
1622
– 1623 M
|
Musthafâ
I bin Muḫammad
III
|
18
|
1623
-1640 M
|
Murâd
IV bin Aḫmad
I
|
19
|
1640
– 1648 M
|
Ibrâhîm bin Ahmad I
|
20
|
1648
– 1687 M
|
Muhammad IV bin Ibrâhîm
|
21
|
1687
– 1691 M
|
Sulaimân
II bin Ibrâhîm
|
22
|
1691
– 1695 M
|
Aḫmad
II bin Ibrâhîm
|
23
|
1695
– 1703 M
|
Musthafâ II bin
Muḫammad IV
|
24
|
1703
– 1730 M
|
Aḫmad
III bin Muḫammad
IV
|
25
|
1730
– 1754 M
|
Maḫmûd I
bin Musthafâ II
|
26
|
1754
– 1757 M
|
‘Utsmân
III bin Aḫmad
III
|
27
|
1757
– 1774 M
|
Musthafâ III
bin Aḫmad III
|
28
|
1774
– 1789M
|
‘Abdal-Ḫamîd
I bin Aḫmad
III
|
29
|
1789
– 1807 M
|
Sâlim
III bin Musthafâ III
|
30
|
1807
– 1808 M
|
Musthafâ IV bin
‘Abdal-Ḫamîd I
|
31
|
1808
– 1839 M
|
Maḫmûd
II bin ‘Abdal-Ḫamîd I
|
32
|
1839
– 1861 M
|
‘Abdal-Majîd
I bin Maḫmûd
II
|
33
|
1861
– 1876 M
|
‘Abdal-‘Azîz
bin Maḫmûd
II
|
34
|
1876
M
|
Murâd
V bin ‘Abdal-Majîd I
|
35
|
1876
– 1909 M
|
‘Abdal-Ḫamîd
II bin ‘Abdal-Majîd I
|
36
|
1909
– 1918 M
|
Muḫammad
V Rasyâd
bin ‘Abdal-Majîd I
|
37
|
1918
– 1922 M
|
Muḫammad
VI Wâḫid ad-Dîn bin ‘Abdal-Majîd
I
|
38
|
1922
– 1924 M
|
‘Abdal-Majîd
II
|
C.
Perkembangan Wilayah
Pada masa Utsmân
I, daerah kekuasaan Turki Utsmani yang baru berdaulat langasung diperluas
dengan menyerang daerah perbatasan Bizantium dan menaklukkan kota Broessa tahun
1317 M, kemudian tahun 1326 M dijadikan ibu kota Kerajaan Turki Utsmani.
Pada masa Orkhan
bin Utsmân
I (1326 – 1359 M) Turki Utsmani dapat menaklukkan Azumia (1327 M), Tasasyani
(1330 M), Uskandar (1328 M), Ankara (1354 M), Gallipoli (1356 M). Daerah ini
adalah bagian bumi Eropa yang pertama kali diduduki kerajaan Utsmani.[10]
Ketika Murâd
I bin Orkhan berkuasa (1359 – 1389 M) selain mempermantap dan memperkuat keamanan
dalam negeri, ia juga melakukan perluasan wilayah ke benua Eropa. Wilayah yang
ditaklukkan adalah Adrianopel, Macedonia, Sopia, Salonia, dan seluruh wilayah
bagian utara Yunani. Bahkan karena kemajuan ekspansi kerajaan ini ke Eropa yang
luar biasa, Paus mengobarkan semangat perang. Sejumlah pasukan sekutu Eropa
disiapkan untuk memukul mundur Turki Utsmani. Pasukan ini dipimpin oleh
Sijisman, raja Honggaria. Namun sultan Bayazîd I bin Murâd
I (1389 - 1403) pengganti Murâd I bin Orkhan dapat menghancurkan
pasukan sekutu Kristen Eropa tersebut. Peristiwa ini merupakan catatan sejarah
yang sangat gemilang bagi umat Islam.[11]
Singkat cerita,
Turki Utsmani mencapai kegemilangannya pada saat kerajaan ini dapat menaklukkan
pusat peradaban dan pusat agama Nasrani di Bizantium, yaitu Konstantinopel.
Sultan Muḫammad
II yang dikenal dengan Sultan Muḫammadal-Fâtih (1451 – 1484 M) dapat
mengalahkan Bizantium dan menaklukkan Konstantinopel pada tahun 1453 M.[12]
Sebenarnya, telah berulang kali pasukan muslim sejak masa Umayyah berusaha
menaklukkan Konstantinopel, tetapi selalu gagal karena kokohnya benteng kota
tua itu.[13]
Dengan terbukanya
kota Konstantinopel sebagai benteng pertahanan terkuat Kerajaan Bizantium,
lebih memudahkan arus ekspansi Turki Utsmani ke benua Eropa, terutama wilayah
Eropa bagian timur. Turki Utsmani memperluas wilayah ke Eropa Timur, bahkan
sampai ke pintu gerbang Wina, Austria.[14]
Akan tetapi,
ketika Sultan Sâlim I bin Bayazîd II (1512 – 1520 M) naik tahta, ia
mengalihkan perhatian ke arah timur dengan menaklukkan Persia, Syiria dan
Dinasti Mamalik di Mesir. Usaha Sultan Sâlim I ini dikembangkan oleh Sultan
Slaimân
I al-Qânûnî
bin Sâlim
I (1520 – 1566 M). Sulaimânal-Qânûnî berhasil menundukkan Irak, Belgrado, Pulau Rodhes,
Tunis, Budhapest dan Yaman. Dengan demikian, luas wilayah Turki Utsmani pada
masa Sultan Slaimân I al-Qânûnî bin Sâlim I mencakup Asia Kecil,
Armenia, Irak, Hijaz dan Yaman di Asia, Mesir, Libia, Tunis dan Aljazair di
Afrika, Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania di Eropa.[15]
Setelah Sultan
Slaimân
I al-Qânûnî
bin Sâlim
I meninggal dunia, terjadilah perebutan kekuasaan antara putera-puteranya, yang
menyebabkan kerajaan Turki Utsmani mengalami kemunduran. Akan tetapi meski
mengalami kemunduran, kerajaan ini untuk masa beberapa abad masih dipandang
sebagai negara kuat, terutama dalam bidang militer.[16]
D.
Kejayaan
Kejayaan Turki
Utsmani dialami pada abad ke-16. Ketika dinasti Turki Utsmani mencapai kejayaan
ini, daerah kekuasaannya membentang dari selat Persia di Asia sampai ke pintu
gerbang kota Wina di Eropa dan dari laut Gaspinne di Asia sampai ke Aljazair di
Afrika Barat. Kemajuan dan perkembangan ekspansi kerajaan Turki Utsmani yang
demikian luas dan berlangsung dengan cepat itu diikuti pula oleh kemajuan dalam
berbagai bidang kehidupan, termasuk dalam aspek peradabannya.[17]
1.
Bidang keagamaan
Dalam tradisi rakyat Turki, agama menjadi faktor penting
dalam transformasi sosial dan politik seluruh masyarakat. Pemerintah sendiri
sangat terikat dengan syari’at Islam sehingga fatwa ulama’ menjadi hukum yang
berlaku.
Kemajuan dalam bidang keagamaan pada Turki Utsmani terlihat
dari tumbuh suburnya kelompok-kelompok tarekat. Di antara tarekat-tarekat yang
berkembang pesat di wilayah kekuasaan Turki Utsmani adalah tarekat Bektasyi dan
tarekat Maulawi. Kedua tarekat ini banyak dianut oleh masyarakat Turki, baik
dari kalangan sipil maupun militer. [18]
2.
Bidang Pemerintahan dan
Militer
Para pemimpin kerajaan Utsmani pada masa-masa awal memang
orang-orang yang kuat, sehingga kerajaan dapat melakukan ekspansi dengan cepat
dan luas. Meskipun demikian, kemajuan kerajaan Utsmani sampai masa keemasannya
bukan semata-mata karena keunggulan politik para pemimpinnya. Masih banyak
faktor lain yang mendukung keberhasilan ekspansi tersebut. Yang terpenting di
antaranya adalah keberanian, keterampilan, ketangguhan dan kekuatan militernya
yang sanggup bertempur kapan saja.
Kekuatan militer kerajaan ini mulai diorganisasi dengan baik
dan teratur ketika terjadi kontak senjata dengan Eropa. Pengorganisasian yang
baik dan strategi tempur militer Utsmani berlangsung dengan baik. Pembaruan
dalam tubuh organisasi militer oleh Orkhan bin Utsmân I sangat berarti.
Bangsa-bangsa non-Turki dimasukkan sebagai anggota, bahkan anak-anak Kristen
yang masih kecil diasramakan dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan
prajurit.
Program ini ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok
militer baru yang disebut pasukan Yenisseri atau Inkisyariah. Pasukan inilah
yang mengubah Turki Utsmani menjadi mesin perang yang paling kuat dan
memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukan negeri-negeri nun-muslim
di timur yang berhasil dengan baik.
Di samping Yenisseri, ada lagi prajurit dari tentara kaum
feodal yang dikirim kepada pemerintah pusat. Pasukan ini disebut tentara atau
kelompok militer Thaujiah. Angkatan laut pun dibenahi, karena ia memiliki
peranan yang besar dalam perjalanan ekspansi Turki Utsmani. Pada abad ke-16
angkatan laut Turki Utsmani mencapai puncak kejayaannya. Kekuatan militer Turki
Utsmani yang tangguh itu dengan cepat dapat menguasai wilayah yang sangat luas,
baik di Asia, Afrika, maupun Eropa. Faktor utama yang mendorong kemajuan di
lapangan militer ini adalah tabiat bangsa Turki itu sendiri yang bersifat
militer, disiplin, dan patuh terhadap peraturan. Tabiat ini merupakan tabiat
alami yang mereka warisi dari nenek moyangnya di Asia Tengah.
Penaklukan yang sangat penting adalah penaklukan
Konstantinopel. Karena ia merupakan gerbang benteng terkuat Eropa. Sang
penakluk Konstantinopel, Muḫammad II al-Fâtih pernah mengucapkan
kata-kata yang penuh optimisme di saat 50 hari terakhir pengepungan Istanbul
dan sering diulang-ulang, yaitu “Istanbul yang akan menaklukanku atau aku
yang akan menaklukan Istanbul”.[19]
Walaupun kerajaan Turki Utsmani ini sempat diporak-porandakan
oleh Timur Lenk pada masa akhir pemerintahan Bayazîd I bin Murâd
I (1402 M). Timur Lenk sengaja bergerak mengincar Bayazîd I. Pada bulan Juli, dia
mengalahkan pasukan Utsmani di perang Ankara, kemenangan terbesar Timur Lenk.
Ini adalah satu-satunya saat dalam sejarah Dinasti Utsmani, seorang Sultan
ditangkap dan meninggal dunia di tahanan pada tahun berikutnya.[20]
Namun Turki Utsmani mampu bangkit lagi.
Pada masa Sultan Murâd
III (1574 – 1595 M) kerajaan Utsmani pernah berhasil menyerbu Kaukasus dan
menguasai Tiflis di Laut Hitam (1577 M), merampas kembali Tibris, ibu kota
kerajaan Safawi, menundukkan Georgia, mencampuri urusan dalam negeri Polandia,
dan mengalahkan gubernur Bosnia pada tahun 1593 M.
Keberhasilan ekspansi tersebut dibarengi pula dengan
terciptanya jaringan pemerintahan yang teratur. Dalam mengelola pemerintahan
yang luas, sultan-sultan Turki Utsmani senantiasa bertindak tegas.[21]Dalam
struktur pemerintahan, sultan sebagai penguasa tertinggi dibantu oleh
Shadral-A’dhom (perdana menteri) yang membawahi Pasya (gubernur). Gubernur
mengepalai daerah tingkat I. Di bawahnya terdapat beberapa orang as-Zanâziq
atau al-Alawiyah (bupati).
Untuk mengatur urusan pemerintahan negara, di masa Sultan
Sulaimân
I disusun sebuah kitab Undang-Undang (Qân
). Kitab tersebut diberi nama Multaqa
al-Abhur, yang menjadi pegangan.[22]
3.
Arsitektur
Pada masa Sultan Sulaimân
I terjadi peristiwa Islamisasi fisik besar-besaran. Kota Konstantinopel (Ibu
kota Romawi) direbut tahun 1453 (masa Muḫammad II al-Fâtih)
sehingga gereja Santa Sophia (gereja termegah di dunia) diubah menjadi masjid. Hogia
Sophia (nama lain dari gereja Santa Sophia) adalah bangunan yang sangat indah,
kubahnya sangat besar dan tinggi, dengan jendela-jendela di atasnya menumpahkan
cahaya yang berpendar keemasan tatkala masuk ke dalam interiornya, memancarkan
karisma mistis yang tidak dimiliki bangunan manapun di Konstantinopel, ia
paling agung di zamannya.[23]
Hal ini diikuti dengan gereja-gereja
kecil yang kemudian dijadikan masjid. Begitu juga kota Konstantinopel diganti
namanya menjadi Istanbul (yang berarti kota Islam). Masjid Sulaimâniyah
dibangun dengan penuh kemegahan atas perintah Sultan Sulaimân
I. Arsitektur Islam mulai mewarnai kawasan Eropa Timur.[24]
Pembangunan Istana Topkali (istana kerajaan) dan herem.[25]
4.
Ilmu Pengetahuan
Pada era Sultan Aḫmad
III, mengadakan pembukaan percetakan di Istanbul tahun 1727 M, untuk
kepentingan kemajuan ilmu pengetahuan. Demikian juga gerakan penerjemahan
buku-buku Eropa ke dalam bahasa Turki. Namun dalam bidang keilmuan, kurang
menonjol. Oleh karena itulah di dalam khazanah intelektual Islam kita tidak
menemukan ilmuwan terkemuka dari Turki Utsmani.[26]
Hanya sedikit di antara mereka bisa dikedepankan, di antaranya adalah
KatipCelebi (ahli geografi dan sejarawan), Nasuhal-Matrakî
(ahli matematika, sejarah, dan geografi), Taqiyuddîn
(astronom, fisikawan, dan ulama’), dan SyehVefa (astronom pembuat diagram
pergerakan benda-benda langit).[27]
5.
Budaya
Turki Utsmani telah membawa peradaban
Islam menjadi peradaban yang paling maju di zamannya. Ketika itu muncul tokoh
penting di bidang kebudayaan, seperti yang terlihat pada abad ke-16, 17, dan
18. Di antara tokoh-tokoh penting tersebut adalah Nâfi’,
seorang penyair terkenal yang hidup
sekitar tahun 1582 – 1636 M. Ia berhasil mengubah karya-karya sastra
kaside yang mendapat tempat di hati para Sultan.
Selain Nâfi’, terdapat pula
seorang penulis yang membawa pengaruh Persia ke dalam istana Turki Utsmani,
yaitu Yûsuf Nabi (1642 - 1712). Ia bekerja
sebagai juru tulis MusahifMusthafâ, salah seorang menteri Turki Utsmani
yang berasal dari Persia. Melalui karya-karyanya, beliau menunjukkan
pengetahuannya yang luar biasa di bidang puisi. Karya-karyanya menyentuh hampir
semua persoalan, baik agama, filsafat, romantika, cinta, maupun mistisisme.
Selain membuat puisi, ia juga menulis biografi, sejarah, prosa, geografi, dan
rekaman perjalanan.
Dalam bidang sastra prosa, melahirkan dua tokoh terkemuka, yaitu
KatibCelebi dan EvliyaCelebi. Namun yang dianggap memiliki pengaruh besar
adalah KatibCelebi.[28]
Ada pula penyair diwan. Salah seorang yang terkemuka adalah MuḫammadEsat
Efendi, yang lebih dikenal dengan nama Galip Dede atau Syah Galip. Ia hidup
antara tahun 1757 – 1799 M.[29]
Era Turki Utsmani terjadi akulturasi
budaya Arab (prinsip sosial kemasyarakatan dan keilmuan), Persia (etika
kerajaan), dan Bizantium (strategi militer).[30]
6.
Ekonomi
Dalam bidang ekonomi, Turki Utsmani tidak
banyak menonjol mereka hanya mengandalkan upeti dan pajak saja. Namun, Akibat
perang yang tidak pernah berhenti, perekonimian negara merosot. Pendapatan
berkurang, sementara belanja negara sangat besar, termasuk untuk biaya perang.
Apalagi setelah memudarnya kejayaan
Utsmani dan kekuatan Eropa Barat bangkit, hal itu memiliki implikasi luas.
Karena Utsmani tidak mampu lagi mengontrol perdagangan transit Asia-Eropa
akibat pelayaran Vasco De Gama yang telah membuka wilayah Asia dan Afrika bagi
eksploitasi Barat. Pada saat yang bersamaan, dinasti Shafawi mencapai puncak
kekuasaan yang menandakan kekuatan baru dunia Islam. Akibatnya tanah-tanah
taklukan hilang, nilai mata uang merosot, krisis ekonomi yang menyebabkan
sistem dalam negeri Utsmani mengalami keguncangan.[31]
E.
Kemunduran dan Runtuhnya
Kemunduran Turki
Utsmani berawal dari wafatnya Sultan Sulaimânal-Qânûnî pada tahun 1566 M. Para
penggantinya tidak mampu mempertahankan kejayaan Turki Utsmani yang telah
dicapai sebelumnya. Kondisi tersebut dimanfaatkan oleh negara-negara Eropa
untuk melakukan ekspansi ke dunia Islam, yang mencapai puncaknya apa awal abad
ke-20. Ketika terjadi Perang Dunia I.[32]
Menurut Dr. Badri
Yatim, MA., bahwa faktor-faktor yang menyebabkan kerajaan Turki Utsmani
mengalami kemunduran adalah sebagai berikut:[33]
1.
Wilayah kekuasaan yang
sangat luas
Administrasi pemerintahan bagi satu
negara yang sangat luas wilayahnya sangat rumit dan kompleks, sementara
administrasi pemerintahan kerajaan Turki Utsmani tidak beres. Di pihak lain,
para penguasa sangat berambisi menguasai wilayah yang sangat luas, sehingga
mereka terlibat perang terus-menerus dengan berbagai bangsa.
2.
Heteroginitas Penduduk
Sebagai kerajaan besar, Turki Utsmani
menguasai wilayah yang sangat luas, mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak, Syiria,
Hijaz, dan Yaman di Asia. Mesir, Libia, Tunis, dan Aljazair di Afrika.
Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria dan Rumania di Eropa. Wilayah
yang luas itu didiami penduduk yang beragam, baik dari segi agama, ras, etnis,
maupun adat istiadat. Untuk mengatur penduduk yang beragam dan tersebar di
wilayah yang sangat luas itu diperlukan satu organisasi pemerintahan yang
teratur.
3.
Kelemahan Para Penguasa
Sepeninggal Sultan Sulaimânal-Qânûnî,
kerajaan Utsmani diperintah oleh Sultan-Sultan yang lemah, baik dalam
kepribadian maupun kepemimpinannya. Akibatnya pemerintahan menjadi kacau.
Kekacauan itu tidak pernah dapat diatasi secara sempurna, bahkan semakin lama
menjadi parah.
4.
Budaya Korupsi
Korupsi merupakan perbuatan yang sudah
umum terjadi dalam kerajaan Utsmani. Setiap jabatan yang hendak diraih oleh
seseorang harus dibayar dengan sogokan kepada orang yang berhak memberikan
jabatan tersebut. Budaya korupsi ini mengakibatkan dedikasi moral kian
merajarela yang membuat pemerintahan semakin rapuh.
5.
Pemberontakan Tentara
Yenisseri
Kemajuan ekspansi Kerajaan Utsmani banyak
ditentukan oleh kuatnya tentara Yenisseri. Dengan demikian, dapat dibayangkan
bagaimana kalau tentara ini memberontak. Pemberontakan tentara Yenisseri ini
terjadi sebanyak empat kali, yaitu pada tahun 1525 M, 1632 M, 1727 M, dan 1826
M.
6.
Merosotnya Perekonomian
Akibat perang yang tidak pernah berhenti,
perekonimian negara merosot. Pendapatan berkurang, sementara belanja negara sangat
besar, termasuk untuk biaya perang.
Setelah memudarnya kejayaan Utsmani dan
kekuatan Eropa Barat bangkit, memiliki implikasi luas. Karena Utsmani tidak
mampu lagi mengontrol perdagangan transit Asia-Eropa akibat pelayaran Vasco De
Gama yang telah membuka wilayah Asia dan Afrika bagi eksploitasi Barat. Pada
saat yang bersamaan, dinasti Shafawi mencapai puncak kekuasaan yang menandakan
kekuatan baru dunia Islam. Akibatnya tanah-tanah taklukan hilang, nilai mata
uang merosot, krisis ekonomi yang menyebabkan sistem dalam negeri Utsmani
mengalami keguncangan.[34]
7.
Terjadinya Stagnasi dalam
lapangan ilmu dan teknologi
Kerajaan Utsmani kurang berhasil dalam
pengembangan ilmu dan teknologi, karena hanya mengutamakan pengembangan
kekuatan militer. Kemajuan militer yang tidak diimbangi oleh kemajuan ilmu dan
teknologi menyebabkan kerajaan ini tidak sanggup menghadapi persenjataan musuh
dari Eropa yang lebih maju.
8.
Janji Palsu Sekutu Terhadap
Islam Pada Perang Dunia I
Keterlibatan Turki Utsmani sebagai salah
satu pelaku Perang Dunia I membuat wilayah peperangan menjadi semakin luas.
Sultan Turki Utsmati menyatakan perang melawan Sekutu (Inggris, Prancis, Rusia,
dan Amerika Serikat) adalah jihad. Bersama dengan Jerman yang sejak abad ke-19
menampilkan diri sebagai ‘teman’ umat Islam, Turki Utsmani dengan gigih melawan
Sekutu. Perang ini akhirnya melibatkan berbagai kelompok muslim secara langsung
maupun tidak langsung. Sebagian dari mereka mendukung Jerman dan Turki Utsmani,
tetapi sebagian lain justru mendukung Sekutu. Dukungan bagi sekutu terutama
diberikan oleh orang-orang Arab. Dukungan tersebut tidak lepas dari janji-janji
manis Sekutu kepada pemimpin Arab. Sir Henry McMahon, Komisaris Tinggi Inggris
di Mesir, berjanji kepada Syarif Ḫusain, bahwa Inggris akan mendukungnya
sebagai penguasa Hijaz. Namun, pada akhir tahun 1915, pemerintahan Inggris di
India justru mendekati Ibnu Sa’ûd, Raja Najed, yang merupakan pesaing berat
Syarif Ḫusain.[35]Berbagai
janji manis itu akhirnya tidak menjadi kenyataan.
Setelah Sekutu memenangi Perang Dunia I, mereka memaksakan syarat perdamaian kepada bekas
musuh mereka dalam serangkaian perjanjian perdamaian. Yang paling berpengaruh
terhadap dunia Islam adalah Perjanjian Sevres pada 10 Agustus 1920, antara
Sekutu dan Turki Utsmani.
Di antara isi perjanjiannya adalah sebagai berikut:
a.
Daerah Hijaz diakui sebagai kerajaan
bebas.[36]
b.
Suriah termasuk Lebanon dijadikan
daerah mandat Prancis, sedangkan Mesopotamia dan Palestina dijadikan daerah
mandat Inggris.[37]
c.
Wilayah Kesultanan Turki Utsmani di
benua Eropa dibatasi pada daerah Konstantinopel dan sekitarnya. Namun, karena
desakan kelompok nasionalis Turki, di bawah pimpinan Musthafa Kemal Ataturk,
wilayah Turki di daerah Balkan akhirnya sedikit diperluas dalam perjanjian
Lausanne pada 24 Juli 1923 M.
9.
Pemberontakan dunia Arab[38]
Selain kekalahan demi kekalahan dari koalisi Eropa,
pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan oleh penguasa Arab turut pula
mempercepat runtuhnya Turki Utsmani. Di antara pemberontakan itu adalah gerakan
Wahabi di Semenanjung Arab. Gerakan ini dipimpin oleh Muhammad bin
‘Abdal-Wahhâb (1703 – 1787 M), seorang ulama’ yang berkoalisi dengan Muḫammad
bin Sa’ûd, penguasa Najed. Walaupun pemberontakan ini masih bisa diatasi oleh
Muḫammad Ali Pasya, gubernur Turki Utsmani yang berkuasa di Mesir.
Pemberontakan lainnya dilakukan oleh Fakhruddin, seorang pemimpin
Druze di Lebanon dan Suriah yang bergabung denganJanbulat (pemimpin Kurdi). Dia
bersekutu dengan Duke Duscany, Paus dan Raja Spanyol untuk menguasai Palestina.
Dia berhasil menguasai Ba’labak (Lebanon) pada 1610 dan berusaha merebut
Damaskus. Namun pada tahun 1613, pasukan Turki Utsmani datang menghadangnya di
sepanjang pantai Suriah dan membuatnya melarikan diri ke Italia.
Pemberontakan berikutnya dilakukan oleh orang-orang Mamluk di
Mesir, yang mencoba bangkit ketika Turki Utsmani sedang berperang melawan
negara-negara Eropa.’AlîBeyal-Kabîr, yang berasal dari Georgia dan beragama
Krieten berhasil menguasai Kairo. Dia dibantu oleh budaknya, MuḫammadBey atau AbûZahab. Yang akhirnya ditaklukkan oleh Prancis pada
tahun 1798 M.
Wilayah Irak menjadi ajang perebutan antara Turki Utsmani yang
beraliran Sunni dan Safawi yang beraliran Syi’ah. Safawi ingin menaklukkan Iraq
karena banyak penganut yang sealiran dengan mereka. Selain itu terdapat pula
tempat yang disucikan oleh kaum Syi’ah di Irak, yaitu Karbala.[39]
Karena
faktor-faktor tersebut, Turki Utsmani menjadi lemah dan kemudian mengalami
kemunduran dalam berbagai bidang. Pada periode selanjutnya di masa modern, kelemahan
kerajaan Utsmani ini menyebabkan kekuatan Eropa tanpa segan-segan menjajah dan
menduduki daerah-daerah muslim yang dulunya berada di bawah kekuasaan kerajaan
Turki Utsmani, terutama di Timur Tengah dan Afrika Utara.
F.
Kesimpulan
Kesimpulan dari
makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Sejarah Berdirinya. Nama
Utsmani diambil dari nama pendirinya, yaitu Utsman bin Ertugrul, seorang
pemimpin suku Oghuz (berasal dari daerah Mongolia) kemudian melarikan diri ke
daerah barat dan mencari tempat pengungsian di tengah-tengah saudara mereka,
orang-orang Turki Seljuk di dataran tinggi Asia Kecil akibat tekanan bangsa
Mongolia pada abad ke 13. Di Asia Kecil kaum Oghuz di bawah pimpinan Ertugrul
mengabdikan diri kepada Sultan Seljuk (Alauddin II) dan membantu Sultan merebut
wilayah-wilayah jajahan Bizantium. Atas keberhasilan ini, Sultan Alauddin II
memberikan hadiah tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantium untuk
Ertugrul. Sejak itu, mereka terus membina wilayah barunya dan memilih kota
Syuhud sebagai ibu kota.
2.
Perluasan Wilayah. Luas wilayah Turki mencakup
Asia Kecil, Armenia, Irak, Hijaz dan Yaman di Asia, Mesir, Libia, Tunis dan
Aljazair di Afrika, Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan
Rumania di Eropa. Dan yang paling fenomenal adalah penaklukan Konstantinopel
oleh Sultan Muḫammad II al-Fâtih yang merupakan gerbang awal
dibukanya ekspansi ke Eropa.
3. Kejayaan/kemajuannya. Sebagai berikut:
a.
Bidang Keagamaan
Kemajuan dalam bidang keagamaan pada Turki Utsmani
terlihat dari tumbuh suburnya kelompok-kelompok tarekat.
b.
Bidang Militer dan
Pemerintahan
Pengorganisasian yang baik dan
strategi tempur militer Utsmani berlangsung dengan baik. Pembaruan dalam tubuh
organisasi militer oleh Orkhan bin Utsmân I sangat berarti. Bangsa-bangsa
non-Turki dimasukkan sebagai anggota, bahkan anak-anak Kristen yang masih kecil
diasramakan dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit. Program
ini ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok militer baru yang disebut
pasukan Yenisseri atau Inkisyariah. Pasukan inilah yang mengubah Turki Utsmani
menjadi mesin perang yang paling kuat dan memberikan dorongan yang amat besar
dalam penaklukan negeri-negeri nun-muslim di timur yang berhasil dengan baik.
Keberhasilan ekspansi tersebut
dibarengi pula dengan terciptanya jaringan pemerintahan yang teratur. Dalam
mengelola pemerintahan yang luas, sultan-sultan Turki Utsmani senantiasa
bertindak tegas. Dalam struktur pemerintahan, sultan sebagai penguasa tertinggi
dibantu oleh Shadral-A’dhom (perdana menteri) yang membawahi Pasya (gubernur).
Gubernur mengepalai daerah tingkat I. Di bawahnya terdapat beberapa orang
as-Zanâziq
atau al-Alawiyah (bupati). Untuk mengatur urusan pemerintahan negara, di masa
Sultan Sulaimân I disusun sebuah kitab Undang-Undang (Qân
). Kitab tersebut diberi nama Multaqa
al-Abhur, yang menjadi pegangan.
c.
Arsitektur
Pada masa Sultan Sulaimân
I terjadi peristiwa Islamisasi fisik besar-besaran. Kota Konstantinopel (Ibu
kota Romawi) direbut tahun 1453 (masa Muḫammad II al-Fâtih)
sehingga gereja Santa Sophia (gereja termegah di dunia) diubah menjadi masjid.
Hal ini diikuti dengan gereja-gereja kecil yang kemudian dijadikan masjid.
Begitu juga kota Konstantinopel diganti namanya menjadi Istanbul (yang berarti
kota Islam). Masjid Sulaimâniyah dibangun dengan penuh kemegahan
atas perintah Sultan Sulaimân I. Arsitektur Islam mulai mewarnai
kawasan Eropa Timur.
d.
Ilmu Pengetahuan
Pada era Sultan Aḫmad
III, mengadakan pembukaan percetakan di Istanbul tahun 1727 M, untuk
kepentingan kemajuan ilmu pengetahuan. Demikian juga gerakan penerjemahan
buku-buku Eropa ke dalam bahasa Turki. Namun dalam bidang keilmuan, kurang
menonjol. Oleh karena itulah di dalam khazanah intelektual Islam kita tidak
menemukan ilmuwan terkemuka dari Turki Utsmani. Hanya sedikit di antara mereka
bisa dikedepankan, di antaranya adalah KatipCelebi (ahli geografi dan
sejarawan), Nasuhal-Matrakî (ahli matematika, sejarah, dan
geografi), Taqiyuddîn (astronom, fisikawan, dan ulama’), dan
SyehVefa (astronom pembuat diagram pergerakan benda-benda langit).
e.
Budaya
Era Turki Utsmani
terjadi akulturasi budaya Arab (prinsip sosial kemasyarakatan dan keilmuan),
Persia (etika kerajaan), dan Bizantium (strategi militer).
f.
Ekonomi
Dalam bidang ekonomi,
Turki Utsmani tidak banyak menonjol mereka hanya mengandalkan upeti dan pajak
saja. Namun, Akibat perang yang tidak pernah berhenti, perekonimian negara
merosot. Pendapatan berkurang, sementara belanja negara sangat besar, termasuk
untuk biaya perang. Apalagi setelah memudarnya kejayaan Utsmani dan kekuatan
Eropa Barat bangkit, hal itu memiliki implikasi luas. Karena Utsmani tidak
mampu lagi mengontrol perdagangan transit Asia-Eropa akibat pelayaran Vasco De
Gama yang telah membuka wilayah Asia dan Afrika bagi eksploitasi Barat. Pada
saat yang bersamaan, dinasti Shafawi mencapai puncak kekuasaan yang menandakan
kekuatan baru dunia Islam. Akibatnya tanah-tanah taklukan hilang, nilai mata
uang merosot, krisis ekonomi yang menyebabkan sistem dalam negeri Utsmani
mengalami keguncangan.
4. Kemunduran/runtuhnya. Penyebabnya adalah sebagai berikut:
a.
Wilayah kekuasaan yang
sangat luas
b.
Heteroginitas Penduduk
c.
Kelemahan Para Penguasa
d.
Budaya Korupsi
e.
Pemberontakan Tentara
Yenisseri
f.
Merosotnya Perekonomian
g.
Terjadinya Stagnasi dalam
lapangan ilmu dan teknologi
h.
Janji Palsu Sekutu Terhadap
Islam Pada Perang Dunia I
i.
Pemberontakan dunia Arab
G.
Penutup
Dinasti Utsmani di
Turki merupakan Kerajaan Islam yang berkuasa cukup lama, hampir 7 abad lamanya
(1290 – 1924 M) dan merupakan kerajaan besar. Kerajaan Utsmani didirikan oleh
Utsmâan
I putra Ertoghul bangsa Turki dari Kabilah Oghus yang mula-mula mendiami daerah
Mongol dan daerah utara China.
Dinasti Turki
Utsmani mengalami kemajuan dalam berbagai bidang, terutama dalam ekspansi atau
perluasan wilayah. Sebagai bangsa yang terkenal dengan militer yang kuat,
wilayah kekuasaannya meliputi tiga benua, yaitu Asia, Afrika, dan Eropa.
Peradaban Islam di
Turki Utsmani mengalami kemajuan antara lain di bidang kemiliteran dan
pemerintahan, Diana militer dan pemerintahan Turki sangat kuat. Dalam segi
budaya, sastra, dan arsitek bangunan sangat berhasil. Dalam bidang keagamaan,
suasana keagamaan Islam juga cukup berhasil dengan baik. Adapun dalam bidang
ilmu pengetahuan, Turki Utsmani tidak mengalami kemajuan yang berarti.
Turki Utsmani yang
pernah berjaya sebagai kekhalifahan terakhir dalam dunia Islam, akhirnya
mengalami kemunduran karena beberapa faktor yang melatar belakanginya. Walaupun
demikian, kebesaran yang pernah dialami oleh Dinasti ini telah membawa pengaruh
yang sangat besar dalam dunia peradaban, khususnya dunia peradaban Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Armagan,
Mustafa, Muhammad al-Fatih,terj. Erwin Putra (Jakarta: Kaysa Media,
2012)
Bakri,
Syamsul, Peta Sejarah Peradaban Islam, cet.1, (Yogyakarta: Fajar
Media Press, 2011)
Hamka,
Sejarah Umat Islam Jilid III, (Jakarta: Bulan Bintang, 180)
Marozzi, Justin, Timur
Lenk,terj. FahmyYamani dan Sidik Nugroho (Jakarta: PT. Serambi Ilmu
Semesta, 2004)
Mughni, Syafiq A, Sejarah
Kebudayaan Islam di Turki, (Jakarta: Logos, 1997)
Munir Amin,
Syamsul, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010)
Siauw, Felix Y., Muhammad
al-Fatih1453,terj. Salman Iskandar (Jakarta: al-Fatih Press, 2013)
Syafii Antonio,
Muhammad., dan Tim TAZKIA, Ensiklopedia Peradaban Islam Istanbul,
(Jakarta: TAZKIA Publishing, 2012)
Toprak, Binnaz, Islam
dan Perkembangan Politik di Turki, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999)
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban
Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 199)
[1]SyamsulBakri,
Peta Sejarah Peradaban Islam, cet.1, (Yogyakarta: Fajar Media
Press, 2011), Hal. 135.
[2]Samsul
Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), Hal. 193.
[3]Dr. Badri
Yatim, M.A., Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 199),
Hal. 130.
[4]Dr.
Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam di Turki, (Jakarta: Logos,
1997), Hal. 1.
[5]Syamsul
Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), Hal. 195.
[6]Muhammad
Syafii Antonio dan Tim TAZKIA, Ensiklopedia Peradaban Islam Istanbul,
(Jakarta: TAZKIA Publishing, 2012), Hal. 5-6.
[7]Dr. Badri
Yatim, M.A., Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 199),
Hal. 132.
[8]Muhammad
Syafii Antonio dan Tim TAZKIA, Ensiklopedia Peradaban Islam Istanbul, (Jakarta:
TAZKIA Publishing, 2012), Hal. 25.
[9]Samsul
Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), Hal. 210.
[10]Prof.
Dr. Hamka, Sejarah Umat Islam Jilid III, (Jakarta: Bulan Bintang, 180),
Hal. 131.
[11]Samsul
Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), Hal. 196.
[12]Prof.
Dr. Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspek Jilid I,
(Jakarta: UI Press, 1985), Hal. 84.
[13]Dr.
Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam di Turki, (Jakarta: Logos,
1997), Hal. 70.
[14]Samsul
Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), Hal. 196.
[15]Ibid,
Hal. 197.
[16]ibid.
[17]ibid.
[18]Muhammad
Syafii Antonio dan Tim TAZKIA, Ensiklopedia Peradaban Islam Istanbul,
(Jakarta: TAZKIA Publishing, 2012), Hal. 57.
[19]Mustafa
Armagan, Muhammad al-Fatih,terj. Erwin Putra (Jakarta: Kaysa Media,
2012), Hal. 92.
[20]JustinMarozzi,
Timur Lenk,terj. FahmyYamani dan Sidik Nugroho (Jakarta: PT. Serambi
Ilmu Semesta, 2004), Hal. 507.
[21]BinnazToprak,
Islam dan Perkembangan Politik di Turki, (Yogyakarta: Tiara Wacana,
1999), Hal. 43.
[22]Muhammad
Syafii Antonio dan Tim TAZKIA, Ensiklopedia Peradaban Islam Istanbul,
(Jakarta: TAZKIA Publishing, 2012), Hal. 55.
[23]Felix Y.
Siauw, Muhammad al-Fatih1453,terj. Salman Iskandar (Jakarta: al-Fatih
Press, 2013), Hal. 258.
[24]SyamsulBakri,
Peta Sejarah Peradaban Islam, cet.1, (Yogyakarta: Fajar Media
Press, 2011), Hal. 139.
[25]Istana
Topkali merupakan pusat kekuasaan Utsmani di Istanbul yang di dalamnya terdapat
tempat tinggal Sultan yang disebut herem.
[26]Dr.
Badri Yatim, M.A., Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Rajawali Press,
199), Hal. 135-136.
[27]Muhammad
Syafii Antonio dan Tim TAZKIA, Ensiklopedia Peradaban Islam Istanbul,
(Jakarta: TAZKIA Publishing, 2012), Hal. 55.
[28]Nama
asli KatibCelebi adalah Musthafâ bin ‘Abdullâh atau Haji Halite. Lihat di Encyclopedia
of Islamic Civilization (buku ke-7).
[29]Muhammad
Syafii Antonio dan Tim TAZKIA, Ensiklopedia Peradaban Islam Istanbul,
(Jakarta: TAZKIA Publishing, 2012), Hal. 56.
[30]Dr.
Badri Yatim, M.A., Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Rajawali Press,
199), Hal. 135-136.
[31]SyamsulBakri,
Peta Sejarah Peradaban Islam, cet.1, (Yogyakarta: Fajar Media
Press, 2011), Hal. 142.
[32]Muhammad
Syafii Antonio dan Tim TAZKIA, Ensiklopedia Peradaban Islam Istanbul,
(Jakarta: TAZKIA Publishing, 2012), Hal. 159.
[33]Dr.
Badri Yatim, M.A., Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Rajawali Press,
199), Hal. 168.
[34]SyamsulBakri,
Peta Sejarah Peradaban Islam, cet.1, (Yogyakarta: Fajar Media
Press, 2011), Hal. 142.
[35]Muhammad
Syafii Antonio dan Tim TAZKIA, Ensiklopedia Peradaban Islam Istanbul,
(Jakarta: TAZKIA Publishing, 2012), Hal. 160.
[36]Klausul tersebut
merupakan pengakuan kepada negara Arab yang diproklamasikan oleh Syarif Ḫusain
pada 27 Juni 1916. Syarif Husain kemudian dinobatkan menjadi raja Negara itu pada
29 Oktober 1916. Namun Ibnu Sa’ûd, yang menguasai sebagian besar wilayah negara
tersebut, memaksa Syarif Ḫusai untuk menyerahkan kekuasaannya kepada putranya
‘Alî, pada tahun 1924. Dan akhirnya pada tahun 1925, Syarif ‘Alî pun dipaksa
mengundurkan diri dan Ibnu Sa’ûd dikukuhkan menjadi raja Hijaz dan sultan Nejed
pada 8 Januari 1926.
[37]Status
mandat merupakan bentuk pemerintahan antara jajahan dan negara merdeka.menurut
ketentuan ini, status mandat diberikan kepada negara-negara yang oleh negara
pemenang perang dianggap belum siap untuk memperoleh kemerdekaan penuh dan
masih membutuhkan bimbingan negara maju dalam proses menuju kemerdekaan. Mandat
semacam ini diberikan oleh Liga Bangsa-bangsa kepada sejumlah negara.
[38]Muhammad
Syafii Antonio dan Tim TAZKIA, Ensiklopedia Peradaban Islam Istanbul,
(Jakarta: TAZKIA Publishing, 2012), Hal. 165-167.
[39]Karbala
adalah tempat Imam Ḫusain mati terbunuh di tangan orang-orang Umayyah.
pinjaman! pinjaman!! pinjaman!!!
BalasHapusApakah Anda mencari perusahaan pinjaman swasta terkemuka dan terakreditasi yang memberikan pinjaman untuk kesempatan seumur hidup. Kami menawarkan semua jenis pinjaman dengan cara yang sangat cepat dan mudah, pinjaman pribadi, pinjaman mobil, pinjaman hipotek, pinjaman mahasiswa, pinjaman usaha, pinjaman investasi, konsolidasi hutang dan banyak lagi. Sudahkah anda ditolak oleh bank dan lembaga keuangan lainnya? Apakah Anda memerlukan pinjaman konsolidasi atau hipotek? Jangan terlihat seperti kita di sini untuk membuat semua masalah keuangan Anda menjadi sesuatu dari masa lalu. Kami meminjamkan dana kepada perorangan dan perusahaan yang membutuhkan bantuan keuangan dengan tarif 2%. Tidak ada nomor jaminan sosial yang dibutuhkan dan tidak diperlukan pemeriksaan kredit, 100% dijamin. Saya ingin menggunakan media ini untuk memberi tahu Anda bahwa kami memberikan bantuan yang andal dan suportif dan kami akan dengan senang hati menawarkan pinjaman kepada Anda.
Kemudian kirimkan email ke: (amandaafredoloan42@gmail.com) untuk mengajukan pinjaman.