Minggu, 19 Oktober 2014

MAKALAH: al-Qur'an, Hadits Qudsi, Hadits Nabawi (dilengkapi: al-Qur'an dan Kitab Suci sebelumnya)




PENDAHULUAN
                Puji syukur alhamdulillah penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan anugerah akal pikiran kepada penulis. Yang menjadi ciri-ciri mahluk paling mulia (manusia), sehingga penulis bisa melakukan hal-hal yang sudah selayaknya dilakukan oleh mahluk yang mulia. Salah satu dari hal-hal tersebut adalah berkarya melalui ilmu yang penulis tuangkan melalui karya penulisan ilmiah berupa makalah yang berjudul “Al-Qur’an, Hadits Nabawi dan Hadits Qudsi” ini. Kemudian shalawat dan salam mudah-mudahan terus tercurah kepada Penerima Kitab Suci nan Agung (Al-Qur’an) Muhammad SAW, keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya yang setia sampai akhir zaman.
                Dalam karya ilmiah ini, penulis menyajikan tentang definisi Al-Qur’an, Hadits Nabawi dan Hadits Qudsi beserta persamaan dan perbedaan di antara ketiganya. Kemudian penulis mengaitkan antara Al-Qur’an dan Kitab-Kitab Suci sebelumnya dalam fungsinya. Untuk men-ta’kiid spesifikasi Al-Qur’an, maka penulis melengkapinya dengan persamaan dan perbedaan antara Al-Qur’an dan Kitab-Kitab sebelumnya.
                Dalam model penulisan karya ilmiah ini, penulis menyadur pendapat para pakar yang kemudian menginterpretasikannya berdasarkan analisa karakteristik objek dan menuangkannya dalam bentuk pendapat penulis. Sehingga pembaca akan lebih mudah dalam menemukan maksud pikiran penulis dan hujjah tuangan pikiran penulis.
                Mudah-mudahan karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi para pecinta ilmu, terutama ilmu Al-Qur’an. Namun “Tiada gading yang tak retak”, begitu pula karya tulis ini yang sudah pasti ada kekurangannya. Untuk itu penulis berharap kepada para pembaca untuk menyampaikan kritikan dan masukan, supaya karya tulis ini semakin menuju kesempurnaan ke depannya. Terimakasih.
                                                                                                                                                                                                    Penulis

                                                                                                                                                                                                    Ahmad Fathoni



DAFTAR ISI
PENDAHULUAN                -1                                                                                   
DAFTAR ISI -3
PEDOMAN TRANSLITERASI -5
A.      Al-Qur’an, Hadits Nabawi dan Hadits Qudsi -6
1.       Definisi Al-Qur’an, Hadits Nabawi dan Hadits Qudsi -6
a.       Definisi Al-Qur’an -6
b.      Definisi Hadits Nabawi -12
c.       Definisi Hadits Qudsi -15
2.       Persamaan dan Perbedaan Antara Al-Qr’an, Hadits Nabawi dan Hadits Qudsi -17
a.       Persamaan Antara Al-Qur’an, Hadits Nabawi dan Hadits Qudsi -17
b.      Perbedaan Antara Al-Qur’an, Hadits Nabawi dan Hadits Qudsi -17
B.      Al-Qur’an dan Kitab-Kitab Suci Sebelumnya -19
1.       Fungsi Al-Qur’an -19
2.       Persamaan dan Perbedaan Antara Al-Qur’an dan Kitab-Kitab Suci Sebelumnya -23
a.       Persamaan Antara Al-Qur’an dan Kitab-Kitab Sebelumnya -23
b.      Perbedaan Antara Al-Qur’an dan Kitab-Kitab Sebelumnya -28
C.      Simpulan -31


SKEMA -33
A.      Sekema Sekema al-Qur’an, Hadits Nabawi, Hadits Qudsi -33
B.      Sekema al-Qur’an dan Kitab-Kitab Sebelumnya -34
PENUTUP -35
DAFTAR PUSTAKA -36



PEDOMAN TRANSLITERASI
أ
A

ر
R

ف
F
ب
B

ز
Z

ق
Q
ت
T

س
S

ك
K
ث
TS

ش
SY

ل
L
ج
J

ص
SH

م
M
ح

ض

ن
N
خ
KH

ط
TH

و
W
د
D

ظ
DH

ه
H
ذ
DZ

ع

ء
A



غ
GH

ي
Y

أيْ  : Ai                                 أوْ  : Au                                 ئَا  : Â
إيْ  : Π                                   أ ُوْ : Û                                   ال  : al-
Contoh:
عَلَيْهِ      : ‘alaihi
يَوْمٌ       : yaumun
مَاءٌ       : mâun
فِيْهِ        : fîhi
سُوْءٌ      : sû’un
القُرْأنُ   : al-Qur’an

A.      Al-Qur’an, Hadits Nabawi dan Hadits Qudsi
Di dalam bab ini, penulis hanya akan menjelaskan tentang definisi, persamaan beserta perbedaan di antara ketiganya. Adapun tentang bagian lainnya akan dijelaskan di makalah selanjutnya.
1.      Definisi Al-Qur’an, Hadits Nabawi dan Hadits Qudsi
a.      Definisi Al-Qur’an
Secara etimologi, para ulama’ berselisih pendapat tentang asal-usul kata al-Qur’an. Di antaranya adalah menurut Manna’u Kholil al-Qotthon bahwa kata al-Qur’an (القرأن) merupakan kata benda (mashdar) dari kata kerja قرأ-يقرأ-قرأة-قرأنا   yang berarti membaca/bacaan. Kata قرأنا   berwazan فعلان  dan berarti مفعول  yakni مقروء  yang berarti “yang dibaca”.[1] Pendapat pertama ini diamini oleh Muhammad ‘Abdul ‘Adhim as-Zarqani di dalam kitab karangannya.[2]
Menurut al-Farra’ seorang ahli bahasa yang telah menulis kitab ma’anil Qur’an, kata al-Qur’an berasal dari kata القرائن, jamak dari قرينة  yang berarti indikator (petunjuk). Oleh karena sebagian ayat-ayat al-Qur’an serupa satu sama lain, sehingga seolah-olah sebagian ayat-ayatnya itu merupakan indikator (petunjuk) dari yang dimaksud oleh ayat lain yang serupa.[3]
Menurut al-Asy’ari, kata al-Qur’an berasal dari kata قرن  yang berarti menggabungkan, sebab surat dan ayat-ayat al-Qur’an itu telah digabungkan jadi satu antara yang satu dengan yang lainnya.[4]
Menurut as-Zajjaj, kata al-Qur’an berasal dari kata القرأ  yang berarti himpunan. Karena kenyataannya bahwa al-Qur’an telah menghimpun inti Kitab-Kitab Suci terdahulu.[5]
Menurut as-Syafi’i, kata al-Qur’an bukan musytaq (bukan pecahan dari akar kata apapun) dan bukan pula berhamzah (tanpa tambahan huruf hamzah di tengahnya). ia merupakan nama yang diberikan oleh Allah kepada kitab suci yang diturunkan kepada Muhammad SAW sebagaimana penamaan Kitab Taurat, Zabur dan Injil. Dengan demikian, kata al-Qur’an bukan merupakan kata bentukan (musytaq) dari kata tertentu.[6]
Dari banyak pendapat para pakar di atas, penulis lebih sepakat dengan pendapat Manna’u Kholil al-Qotthon dan Muhammad ‘Abdul ‘Adhim as-Zarqani , bahwa kata al-Qur’an (القرأن) merupakan kata benda (mashdar) dari kata kerja قرأ-يقرأ-قرأة-قرأنا   yang berarti membaca/bacaan. Kata قرأنا   berwazan فعلان  dan berarti مفعول  yakni مقروء  yang berarti “yang dibaca”. Jumhur ulama’ juga sepakat dengan pendapat ini. Dan ini juga diperkuat dengan kenyataan bahwa al-Qur’an sendiri menggunakan kata قرأن   tanpa al ta’rif dengan arti bacaan. Misalnya dalam firman Allah:
إنّه لَقرأن كريم (77) فى كتابٍ مكنونٍ (78)
Sesungguhnya (al-Qur’an ini) adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara”.[7]
Dan juga firman Allah:
إنّ علينا جمْعَه و قرأنَه (17) فإذا قرَأْ نَه فاتّبِعْ قرْأنه (18)

"sesungguhnya kami yang Ian mengumpulkannya (di dadamu) dan membacakannya (17) apabila kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaan itu (18) ."[8]
Sedangkan secara terminologi, para ulama’ juga berbeda pendapat. Menurut Muhammad ‘Abdul ‘Adhim az-Zarqoniy, al-Qur’an adalah perkataan (kalam) Allah, bukan perkataan Manusia, dan tidak ada keraguan padanya.[9]
Menurut Drs. H. Inu Kencana Syafi’ie, al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan Allah SWT Tuhan semesta alam kepada Rasul dan sekaligus Nabi-Nya yang terakhir Muhammad SAW melalui malaikat Jibril untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia sampai akhir zaman.[10]
Menurut para ahli usul, para fuqahâ’ dan para ulama’ Arab, al-Qur’an adalah lafaz yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW dari awal surat al-Fatihah sampai akhir surat an-Nas.[11]
Menurut as-Shâbuni, al-Qur’an adalah Kalam Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi dan Rasul terakhir melalui malaikat Jibril yang tertulis dalam mushaf dan sampai kepada kita dengan jalan tawâtur (mutawâtir), membacanya merupakan ibadah yang diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas.[12]
Menurut M. Hadi Ma’rifat, al-Qur’an adalah firman Allah SWT yang mengandung pesan samawi yang diperantarai oleh wahyu (wahyu adalah ilham gaib dari sisi malakut al-A’la yang turun ke alam materi).[13]
Menurut az-Zarqani, al-Qur’an adalah kalam yang mengandung mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, tertulis di dalam mushaf, dinukil dengan cara mutawâtir, dan membacanya adalah ibadah.[14]
Menurut para ulama’ , al-Qur’an adalah Firman Allah SWT yang diturunkan kepada Muhammad SAW, yang pembacaannya menjadi satu ibadah.[15]
Menurut Ari Hendri, al-Qur’an berarti wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW secara berangsur-angsur dengan perantaraan Malaikat Jibril, yang diriwayatkan secara mutawatir, dan membacanya merupakan ibadah.[16]
Dari banyak definisi menurut para pakar di atas, penulis merumuskan definisi al-Qur’an yang mengandung sifat-sifat sebagai berikut:
1)      Kalâmullah
2)      Mengandung mu’jizat
3)      Diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
4)      Diturunkan melalui malaikat Jibril.
5)      Tertulis dalam mushaf.
6)      Disampaikan dengan jalan mutawâtir.
7)      Membacanya merupakan ibadah.
8)      Diawali dengan surat al- Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas.
Dari perumusan sifat-sifat atau karakteristik yang ada pada al-Qur’an di atas, selanjutnya penulis akan merumuskan definisi al-Qur’an yang mengandung semua unsur dari karakteristiknya.
Maka, al-Qur’an adalah kalam Allah SWT yang mengandung mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril dan ditulis di dalam mushaf, serta disampaikan dengan jalan mutawatir, dan membacanya merupakan ibadah, mulai dari awal surat al-Fatihah sampai akhir surat an-Nas.                
b.      Definisi Hadits Nabawi
Secara etimologi, حديث memiliki makna sebagai berikut:[17]
1)       جديد yaitu baru, lawan dari   قديم . jama’nya: حِداث, حُدثاء, حُدُث.  pernyataan itu diamini oleh Ahmad Warson Munawwir dalam kamus al-Munawir kata  الحديث sama dengan الحادث jamaknya حِداث artinya sama dengan الجديد yaitu baru.[18]
2)      قريب artinya, yang dekat, yang belum lama terjadi seperti dalam perkataan: حديث الأحْدِ بالإسلامِ = orang yang baru memeluk agama Islam. Jama’nya: حِداث, حُدثاء, حُدُث .
3)      خبر yang berarti warta, seperti ungkapan: ما يُحدَّثُ به و يُنْقالُ = sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada seseorang. Sama maknanya dengan حِدِّثَ . dari makna inilah diambil perkataan hadits Rasulullah SAW. Hadits yang bermakna  خبر ini diisytaq-kan dari تحديث yang bermakna رواية atau  إخبار= mengabarkan. Apabila dikatakan حدّثنا بحديثٍ , maka maknanya adalah أخبرَنا به حديثٌ = dia mengabarkan suatu kabar kepada kami.[19] Jamaknya adalah حُدثان, حِدثان, أحادث. Dan أحادث inilah yang dipakai buat jamaknya حديثٌ yang bermakna خبر dari rasul.
Dan penulis lebih sepakat dengan حديثٌ yang maknanya خبر . Karena hadits-hadits dari Rasulullah SAW sering dikatakan أحادث الرسول. Walaupun sebagian ulama’ seperti al-Farra’ dan az-Zamakhsyary mengatakan bahwa أحادث bukanlah jamaknya حديثٌ , namun mereka mengatakan أحادث adalah isim jamak dari حديثٌ , bukan jamaknya.
Secara terminologi, hadits Nabawi adalah segala perbuatan, perkataan, dan keizinan nabi Muhammad SAW.[20]
Menurut al-Qaththan, Hadits Nabawi adalah apa yang dibangsakan kepada Nabi SAW dari hal perkataan, perbuatan, takrir, atau sifat.[21]
Menurut para ulama’ pada umumnya, al-Hadits didefinisikan sebagai sehala sesuatu yang dinisbahkan kepada Muhammad SAW, baik ucapan, perbuatan dan takrir (ketetapan), maupun sifat fisik dan psikis, baik sebelum beliau menjadi Nabi maupun sesudahnya. Namun ulama’ usul fiqh membatasi pengertian hadits hanya pada ucapan-ucapan Nabi Muhammad SAW yang berkaitan dengan hukum. Sedangkan apabila mencakup pula perbuatan dan takrir beliau yang berkaitan dengan hukum, maka ketiga hal ini mereka namai dengan al-Sunnah.[22]
Setelah menelaah definisi Hadits Nabawi menurut para pakar, penulis mengambil simpulan bahwa Hadits Nabawi adalah segala yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik yang berupa perkataan, perbuatan, taqrir, atau sifat beliau.

c.       Definisi Hadits Qudsi
Secara etimologi, kata qudsi dinisbahkan kepada kata quds (kesucian). Karena kata quds itu sendiri menunjukkan kebersihan dan kesucian secara bahasa. Maka kata taqdîs berarti mensucikan Allah. Taqdîs sama dengan tathhîr, dan taqaddasa sama dengan tathahhara (suci, bersih).[23] Seperti dalam firman Allah:
و نحن نسبّح بحمدك و نقدّس لك
dan kami senantiasa bertasbih dengan memuji-Mu dan menyucikan diri kami karena Engkau”.[24]
Secara terminologi, hadits qudsi adalah satu hadits yang oleh Nabi Muhammad SAW disandarkan kepada Allah SWT. Maksudnya, Nabi meriwayatkannya dalam posisi bahwa yang disampaikannya adalah kalam Allah.[25] Jadi, Nabi itu adalah orang yang meriwayatkan kalam Allah, tetapi redaksi lafadznya dari nabi sendiri.
Untuk memudahkan pemahaman para pembaca, penulis menyertakan contoh hadits qudsi. Adapun contohnya adalah sebagai berikut:[26]
Contoh pertama, Dari Abu Hurairah RA, dari Rasulullah SAW, mengenai apa yang diriwayatkannya dari Tuhannya ‘azza wajalla: “Tangan Allah itu penuh, tidak dikurangi oleh nafkah, baik diwaktu malam ataupun siang hari...”.
Contoh kedua, Dari Abi Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda: Allah SWT berfirman: “aku sesuai dengan apa yang menjadi dugaan hamba-Ku. Aku bersamanya bila dia menyebut-Ku. Bila dia menyebut-Ku di dalam dirinya, maka Akupun menyebutnya di khalayak orang ramai yang lebih baik dari itu...”.
2.      Persamaan dan Perbedaan Antara Al-Qr’an, Hadits Nabawi dan Hadits Qudsi
a.      Persamaan Antara Al-Qur’an, Hadits Nabawi dan Hadits Qudsi
Persamaan antara ketiganya adalah sebagai berikut:
al-Qur’an
Hadits NB
Hadits Qds
Sumber dari Allah
Sumber dr Allah
Sumber dr Allah
Boleh dijadikan hujjah
Boleh dijadikan hujjah
Boleh dijadikan hujjah
Sumber hukum Islam
Sumber hukum Islam
Sumber hukum Islam

b.      Perbedaan Antara Al-Qur’an, Hadits Nabawi dan Hadits Qudsi
Perbedaan antara ketiganya adalah sebagai berikut:[27]
al-Qur’an
Hadits NB
Hadits Qds
Makna dan lafalnya dari Allah
Makna dari pemahaman Nabi terhadap Firman Allah, kata dan lafadznya dari Nabi sendiri
Makna dari Allah, namun lafal dari Nabi sendiri
Dinisbahkan hanya Kpd Allah
Dinisbahkan kepada Rasulullah
Diriwayatkan dengan disandarkan Kpd Allah
Dinukil secara mutawatir seluruhnya (kebenaran mutlak)
Khabar ahad (ada kalanya sahih, hasan, dhaif)
Khabar ahad (ada kalanya sahih, hasan, dhaif)
Membacanya saja mrpakan ibadah
Membacanya saja belum ibadah
Membacanya saja belum ibadah
Boleh dibaca di waktu sholat
Tidak boleh dibaca di waktu sholat
Tidak boleh dibaca di waktu sholat
Menyentuhnya harus dalam keadaan suci (tidak berhadats)
Menyentuhnya tidak harus dalam keadaan suci.
Menyentuhnya tidak harus dalam keadaan suci.
Menjadi Mu’jizat
Bukan mu’jizat
Bukan mu’jizat


B.      Al-Qur’an dan Kitab-Kitab Suci Sebelumnya
1.      Fungsi Al-Qur’an
al-Qur’an  yang Agung ini memiliki beberapa fungsi. Adapun fungsi al-Qur’an adalah sebagai berikut:
a)      Petunjuk bagi seluruh umat manusia
Sudah sangat familiar sekali di telinga para pemeluk agama yang anîf (Islam) yang sering membaca tentang buku-buku keislaman dan atau yang sering mendengarkan kajian atau ceramah-ceramah keagamaan bahwa al-Qur’an berfungsi sebagai petunjuk bagi seluruh manusia. Sebagaimana yang dijelaskan oleh al-Qur’an sendiri:
ذالك الكتابُ لا ريبَ فيه هدى للمتّقين (2)
“Kitab (al-Qur’an) itu tidak ada keraguan di dalamnya, sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa”[28]
ولو جعلْنـه قرآنا أعْجميّا لَقالوا لولا فصِّلتْ أياته ءأعجميّ و عربيّ قل هو للذين أمنوا هدىً و شفاءٌ و الذين لا يؤمنون فى أذانهم وقرٌ و هو عليهم عَمىً ألئك يُنادَوْنَ من مكانٍ بعيدٍ
dan jikalau kami jadikan al-Qur’an itu sebagai bacaan dalam bahasa selain Arab, tentulah mereka mengatakan: mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya? Apakah (patut al-Qur’an) dalam bahasa asing sedang (Rasul adalah orang) Arab? Katakanlah: al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mu’min. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang al-Qur’an itu satu kegelapan bagi mereka. [29]Mereka itu adalah (seperti) yang dipanggil dari tempat jauh”.[30]
هذا بيانٌ للنّاسِ و هدىً و موْعظةٌ للمتّقين
ini (al-Qur’an) adalah penerangan bagi seluruh manusia dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa”.[31]
Hakim Muda Harahap juga menyatakan hal serupa, bahwa al-Qur’an adalah mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan merupakan petunjuk bagi umat manusia.[32]
Selain mengandung petunjuk, al-Qur’an juga mengandung teladan bagi umat Islam untuk mencapai kehidupan yang bahagia di dunia dan di akhirat nanti.[33]
Fungsi yang pertama ini menurut Quraisy Shihab adalah fungsi yang utama.[34]Karena fungsi utama buku panduan hidup dan panduan bekal hidup (al-Qur’an) adalah memberikan arahan atau tutorial (petunjuk).[35]
Petunjuk yang dimaksud adalah petunjuk agama, atau biasa disebut dengan syari’at. Di dalamnya berisi aturan yang boleh dilalui atau dilakukan dan yang tidak boleh dilalui atau dilakukan oleh umat manusia, dengan tujuan agar manusia dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.[36]
b)      Sumber pokok ajaran Islam
Sebagai sumber pokok ajaran Islam, al-QUr’an tidak hanya berisi ajaran yang berkaitan dengan hubungan manusia kepada Allah, tetapi juga berisi ajaran tentang sosial ekonomi, akhlak/moral, pendidikan, kebudayaan, politik, dan sebagainya. Dengan demikian, al-Qur’an dapat menjadi Way of Life bagi seluruh umat manusia.[37]
c)      Sebagai pembenar dan verifikator terhadap Kitab-Kitab sebelumnya. Pendapat penulis ini didasarkan pada firman Allah SWT:
و أنزلْنا إليك الكتابَ بالحقّ مصدِّقا لِما بين يديه من الكتاب و مهيمِنا عليه فاحْكم بينهم بما أنزل الله ولا تتبعْ أهواءَهم عمّا جاءَك من الحقّ لكلّ جعلنا منكم شِرْعة و مِنهاجا ولو شاء اللهُ لجعلكم أمّة واحدة ولكن ليبلوَكم فى ما أتكم فاستبقوا الخيرات إلى الله مرْجِعُكم جميعا فينبّئكم فيه تختلفون
dan kami telah turunkan kepadamu al-Qur’an  dengan membawa kebenara, membenarkan apa yang sebelumnya. Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian[38] terhadap Kitab-Kitab yang lain. Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu . untuk tiap-tiap umat di antara kamu[39], kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepada kamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allahlah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.[40]
2.      Persamaan dan Perbedaan Antara Al-Qur’an dan Kitab-Kitab Suci Sebelumnya
a.      Persamaan Antara Al-Qur’an dan Kitab-Kitab Sebelumnya
Sudah jamak diketahui bahwa semua agama pasti memiliki Kitab Sucinya asing-masing. Sementara agama sendiri sangat banyak ragamnya, karena antara agama dan keyakinan sudah hampir tidak ada lagi perbedaan. Secara keseluruhan penulis mengklasifikasikan agama menjadi dua, yaitu Agama Samawi dan Agama Ardhi. Namun penulis tidak akan membahas tentang klasifikasi tersebut. Penulis hanya akan membahas tentang Kitab Suci Agama Samawi.
Agama samawi adalah agama yang diturunkan (kitab suci) dari Allah SWT melalui malaikat Jibril dan disampaikan oleh Nabi/Rasul yang telah dipilih oleh Allah SWT untuk disebarkan kepada umat manusia.
Karena ada Agama Samawi dan Agama Ardhi, maka ada juga Kitab Samawi dan Kitab Ardhi. Nah, di sini penulis akan membahas Kitab Suci (Kitab Samawi). Bahkan setiap masa ada Kitab Suci tersendiri, dan setiap Rasul diberi kitab suci.[41]
Kitab Samawi adalah kitab-kitab yang ditulis berdasarkan wahyu dari Allah SWT kepada para Nabi dan Rasul melalui malaikat Jibril. Yang termasuk Kitab-Kitab Samawi adalah al-Qur’an, Injil, Taurat dan Zabur. Pendapat penulis ini disandarkan pada Firman Allah:
و اللذين يؤمنون بما أنزل إليك وما أنزل من قبلك
dan orang-orang yang beriman terhadap apa yang telah diturunkan (al-Qur’an) kepadamu dan apa yang telah diturunkan (Zabur, Taurat, Injil) kepada orang-orang sebelum kamu ”.[42]
Sebelum menjelaskan persamaan antara keempat Kitab Suci tersebut, penulis akan sedikit memberikan gambaran umum dari asing-masing kitab. Kitab Zabur di turunkan kepada Nabi Daud AS dengan Bahasa Qibthi. Kandungan pelajaran dari Kitab Suci ini antara lain: (1) berisi tauhid untuk menyembah Allah dan tidak mensekutukannya. (2) perintah kepada kaum Nabi Daud AS untuk berbuat kebaikan dan memenuhkan takaran. (3) Kitab ini digunakan dan berfungsi untuk umat Nabi Daud AS saja.
Kitab Taurat diturunkan kepada Nabi Musa AS dengan bahasa Ibrani. Kandungan ajaran pokoknya adalah: (1) ajaran tauhid kepada Allah. (2) kitab ini untuk khusus untuk kaumnya Nabi Musa AS. (3) berisi ajaran qihshâsh, yaitu pemberian hukuman setimpal dengan perbuatannya. (4) berisi kisah-kisah umat atau bangsa bani Israil mulai dari perjuangan melawan Fir’aun sampai menetap di daerah Jerussalem, Palestina (sekarang Israel). (5) tata cara taubat nabi Musa AS (dengan membunuh dirinya sendiri, baru diterima taubatnya).
Kitab Injil diturunkan kepada Nabi Isa AS dengan Bahasa Ibrani. Pokok ajarannya (Injil yang dimaksud adalah Injil yang diberikan oleh Allah kepada Nabi Isa AS sebelum adanya interfensi dan campur tangan dari manusia seperti saat ini) adalah: (1) berisi ajaran tauhid kepada Allah. (2) Injil merupakan penyempurnaan dari Zabur dan Taurat. (3) berisi tentang nilai-nilai kasih sayang kepada manusia.
al-Quran diturunkan kepada nabi terakhir Muhammad SAW dengan bahasa Arab. Pokok ajarannya adalah: (1) mengajarkan tauhid kepada Allah. (2) pedoman dan petunjuk hidup lengkap beserta hukum-hukumnya untuk kesejahteraan dan kebahagiaan manusia seluruh bangsa di manapun berada serta segala zaman atau periode waktu. (3) memiliki ayat-ayat yang mengagumkan, sehingga pendengarnya dapat dipengaruhi jiwanya (tambahan keistimewaan). (4) memutus rantai taklid (yang menghilangkan kebebasan berfikir serta memperlemah kemampuan berupaya dan berkarya manusia). (5) memberi gambaran umum ilmu alam untuk merangsang perkembangan berbagai ilmu. (6) memiliki ayat-ayat yang menghormati akal pikiran sebagai dasar utama untuk memahami hukum dunia manusia. (7) menyamakan manusia tanpa pembagian strata, kelas, golongan dan lain sebagainya. Sementara penentu perbedaan di hadap Allah hanyalah taqwa. (8) dan masih banyak lagi. Karena semua aspek tentang kehidupan manusia, lengkap dibahas di dalamnya.
Persamaan antara keempat Kitab Suci tersebut adalah:
al-Qur’an
Injil
Taurat
Zabur
dari Allah SWT
dari Allah SWT
dari Allah SWT
dari Allah SWT
Turun melalui perantara Jibril
Turun melalui perantara Jibril
Turun melalui perantara Jibril
Turun melalui perantara Jibril
Berfungsi sebagai petunjuk dan hukum
Berfungsi sebagai petunjuk dan hukum
Berfungsi sebagai petunjuk dan hukum
Berfungsi sebagai petunjuk dan hukum
Diberikan kepada Nabi/Rasul
Diberikan kepada Nabi/Rasul
Diberikan kepada Nabi/Rasul
Diberikan kepada Nabi/Rasul
Mengajarkan Tauhid (penyembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah)
Mengajarkan Tauhid (penyembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah)
Mengajarkan Tauhid (penyembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah)
Mengajarkan Tauhid (penyembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah)

b.      Perbedaan Antara Al-Qur’an dan Kitab-Kitab Sebelumnya
Gambaran umum tentang keempat Kitab Suci sudah dijelaskan di sup bab sebelumnya. Maka penulis akan langsung menjelaskan perbedaan antara keempatnya. Adapun perbedaannya adalah sebagai berikut:


al-Qur’an
Injil
Taurat
Zabur
Diberikan kepada Nabi Muhammad SAW
Diberikan kepada Nabi Isa AS
Diberikan kepada nabi Musa AS
Diberikan kepada Nabi Daud AS
Untuk semua umat manusia
Untuk umat Nabi Isa AS
Untuk umat Nabi Musa AS
Untuk umat Nabi Daud AS
Peruntukannya (aktifasinya) Tak terikat oleh waktu dan tempat
Peruntukannya (aktifasinya) terikat oleh waktu zaman nabi Isa AS dan tempatnya juga khusus kaumnya Nabi Isa AS
Peruntukannya (aktifasinya) terikat oleh waktu zaman nabi Musa AS dan tempatnya juga khusus kaumnya Nabi Musa AS
Peruntukannya (aktifasinya) terikat oleh waktu zaman nabi Daud AS dan tempatnya juga khusus kaumnya Nabi Daud AS
Teks aslinya masih tetap terpelihara
Teks aslinya sudah raib
Teks aslinya sudah raib
Teks aslinya sudah raib
Bahasa aslinya masih eksisi sampai sekarang
Bahasa aslinya telah punah, dan hanya sedikit sekali yang tahu
Bahasa aslinya telah punah, dan hanya sedikit sekali yang tahu
Bahasa aslinya telah punah, dan hanya sedikit sekali yang tahu
Keotentikan al-Qur’an terjaga
Telah bercampur antara Firman Allah dengan perkataan manusia
Telah bercampur antara Firman Allah dengan perkataan manusia
Telah bercampur antara Firman Allah dengan perkataan manusia
Sejarah turunnya ayat jelas
Sejarah turunnya ayat kabur
Sejarah turunnya ayat kabur
Sejarah turunnya ayat kabur
Untuk golongan manusia dan jin
Untuk golongan manusia saja
Untuk golongan manusia saja
Untuk golongan manusia saja

C.      Simpulan
Dari pembahasan tentang ta’rif, persamaan dan perbedaan antara al-Qur’an, Hadits Nabawi dan hadits qudsi. Bisa disimpulkan bahwa al-Qur’an, hadits Nabawi dan hadits qudsi sama-sama dari Allah dan sama-sama bisa dijadikan dasar hukum atau hujjah, namun al-Qur’an memiliki kesempurnaan dengan semua makna dan lafalnya dari Allah sementara dua yang lain hanya maknanya saja dari Allah. Walaupun kesemuanya sah untuk dijadikan dasar hukum atau hujjah.
Sedangkan fungsi al-Qur’an adalah sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia, sebagai sumber pokok ajaran Islam, dan sebagai pembenar serta verifikator terhadap kitab-kitab sebelumnya.
Adapun persamaan al-Qur’an dengan Kitab-Kitab sebelumnya adalah sama-sama bersumber dari Allah SWT dan diturunkan melalui malaikat Jibril, serta sama-sama mengajarkan ketauhidan atau penyembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa (Allah). Namun ada perbedaan yang sangat mencolok antara al-Qur’an dan Kitab-Kitab sebelumnya. Kalau al-Qur’an untuk semua umat manusia sampai batas waktu yang tidak ditentukan selama manusia masih hidup di dunia (unlimited) serta keotentikannya dijamin oleh Allah sendiri sampai akhir zaman. Sedangkan Kitab-Kitab yang lain hanya untuk kaum Nabi mereka saja dan pada periode atau masa tenggang waktu tertentu (periode Nabi mereka) serta keotintakannya tidak dijamin oleh Allah sampai akhir zaman.


PENUTUP
Puji syukur Alhamdulillah penulis sampaikan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan bimbingan, sehingga penulis bisa menuangkan ide dan gagasan melalui karya tulis ilmiah yang berbentuk makalah ini. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Penuntun Ummat manusia, yang terbaik dari yang terbaik dari kalangan makhluk, Muhammad SAW.
Dengan adanya karya tulis ini, mudah-mudahan menjadi sumbangsih khazanah keilmuan Islam khususnya dalam disiplin ilmu ‘Ulumul Qur’an. Layaknya sebuah karya manusia yang tak luput dari kesalahan dan kekhilafan, maka penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran dari para pembaca demi semakin sempurnanya karya tulis ini.
Semoga Allah menerima amal Sholeh penulis dan pembaca sebagai bentuk kwajiban seorang thâlibul ‘ilmi yang selalu belajar dan mengamalkannya, sampai pada taraf menularkannya kepada orang lain. Sekian terimakasih.

                                                      Penulis
  


                                                      Ahmad Fathoni


DAFTAR PUSTAKA

‘Abdul ‘Adhim az-Zarqani, Muhammad, Manahilul ‘Urfan Fi ‘Ulumil Qur’an Jilid I, (Beirut: Darr al-Fikri, 1988)

al-Qaththan, Syaikh Manna’, Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an, terj. Aunur Rafiq el-Mazni, cet. 1, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006)

as-Shalih, Subhi, Membahas Ilmu-ilmu al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991)

Eldeeb, Ibrahim, Be A Living Quran, terj. Faruq Zaini, (Tangerang: Lentera Hati, 2009)

GB Team, al-Qur’ânul Karîm, cet. Ke-2, (Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2011)

Hasbi Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 1999)

Hendri, Ari, Mukjizat al-Qur’an, (Jakarta: CV. Artha Rivera, 2008)

Kencana Syafi’ie, Inu, Ilmu Pemerintahan dan al-Qur’an, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994)

Kholil al-Qotthon, Manna’, Mabaahits Fii Ulum al-Qur’an, (Kairo: Maktabah Wahbah, 2000)

Ma’rifat, M. Hadi, Sejarah al-Qur’an, terj. Thoha Musawa (Jakarta: al-Huda)

M.Federspiel, Howard, Kajian al-Qur’an di Indonesia, terj. Tajul Arifin, (Bandung: Mizan, 1996)

MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Tim Penyusun, Studi al-Qur’an, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011)

Muda Harahap, Hakim, Rahasia al-Qur’an, (Depok: Darul Hikmah, 2007)

Qaththan, Manna’u, Pembahasan Ilmu al-Qur’an, terj. Halimuddin (Jakarta: PT. Rinieka Cipta, 1993)

saf-Syafrowi, Mahmud, Indeks Lengkap Ayat-ayat al-Qur’an, (Yogyakarta: Mutiara Media, 2011)

Shihab, M. Quraish, Membumikan al-Qur’an, (Bandung Mizan, 1994)

Warson Munawwir, Ahmad, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, edisi kedua, cet. Ke 14, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997)





[1] Manna’ Kholil al-Qotthon, Mabaahits Fii Ulum al-Qur’an, (Kairo: Maktabah Wahbah, 2000), Hal. 14.
[2] Muhammad ‘Abdul ‘Adhim as-Zarqani, Manahilul ‘Urfan Fi ‘Ulumil Qur’an Jilid I, (Beirut: Darr al-Fikri, 1988), Hal. 14.
[3] Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Studi al-Qur’an, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011), Hal. 2.
[4] Ibid.
[5] Ibid.
[6] Subhi as-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991), Hal. 10.
[7] al-Qur’an, Surat al-Wâqi’ah: 77-78.
[8] al-Qur’an, Surat al-Qiyâmah: 17-18.
[9] Muhammad ‘Abdul ‘Adhîm az-Zarqoniy, Manâhilul ‘Urfân Fî ‘Ulûmil Qur’an jilid I, (Beirut: Dârul Fikri, 1988), Hal. 15.
[10] Inu Kencana Syafi’ie, Ilmu Pemerintahan dan al-Qur’an, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), Hal. 10.
[11] Muhammad ‘Abdul ‘Adhîm az-Zarqoniy, Manâhilul ‘Urfân Fî ‘Ulûmil Qur’an jilid I, (Beirut: Dârul Fikri, 1988), Hal. 19.
[12] Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Studi al-Qur’an, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011), Hal.3.
[13] M. Hadi Ma’rifat, Sejarah al-Qur’an, terj. Thoha Musawa (Jakarta: al-Huda), Hal. 7.
[14] Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Studi al-Qur’an, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011), Hal. 3.
[15] Syaikh Manna’ al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an, terj. Aunur Rafiq el-Mazni, cet. 1, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006), Hal. 18.
[16] Ari Hendri, Mukjizat al-Qur’an, (Jakarta: CV. Artha Rivera, 2008), Hal. 7.
[17] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 1999), Hal. 1.
[18] Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, edisi kedua, cet. Ke 14, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997). Hal. 242.
[19] Yaitu: Sim dari al-Hadîts adalah tahdîts, yang artinya memberitahukan. Maka yang diberikan itu dinamakan hadits. Ringkasnya, lafaz hadits bukan sifat musyabbahah, walaupun dia sewazan dengan karîm.
[20] Inu Kencana Syafi’ie, Ilmu Pemerintahan dan al-Qur’an, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), Hal. 26.
[21] Mana’ul Qaththan, Pembahasan Ilmu al-Qur’an, terj. Halimuddin (Jakarta: PT. Rinieka Cipta, 1993), Hal. 16.
[22] M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, (Bandung Mizan, 1994), Hal. 121.
[23] Syaikh Manna’ al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an, terj. Aunur Rafiq el-Mazni, cet. 1, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006), Hal. 25.
[24] al-Qur’an, Surat al-Baqarah: 30.
[25] Syaikh Mnna’ al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an, terj. H. Aunur Rafiq el-Mazni, cet. 1, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006), Hal. 25.
[26] Ibid, Hal.26.
[27] Ibrahim Eldeeb, Be A Living Quran, terj. Faruq Zaini, (Tangerang: Lentera Hati, 2009), Hal. 31.
[28] al-Qur’an, Surat al-Baqoroh: 1.
[29] Yang dimaksud kegelapan bagi mereka adalah tidak memberikan petunjuk bagi mereka.
[30] al-Qur’an, Surat Fusshilat: 44.
[31] al-Qur’an, Surat Ali Imrân: 138.
[32] Hakim Muda Harahap, Rahasia al-Qur’an, (Depok: Darul Hikmah, 2007), Hal. 33.
[33] Howard M.Federspiel, Kajian al-Qur’an di Indonesia, terj. Tajul Arifin, (Bandung: Mizan, 1996), Hal. 113.
[34] Quraisy Shihab, Membumikan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1994), Hal. 27.
[35] Seperti layaknya buku petunjuk penggunaan alat elektronik. Maka fungsi utamanya adalah sebagai petunjuk pemakaian produk tersebut. Yang namanya buku petunjuk, fungsi utamanya adalah sebagai petunjuk.
[36] Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Studi al-Qur’an, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011), Hal. 12.
[37] Ibid.
[38] Maksud dari batu ujian adalah sebagai ukuran untuk menentukan benar tidaknya ayat-ayat yang diturunkan dalam Kitab-Kitab sebelumnya.
[39] Maksudnya, umat Nabi Muhammad SAW dan umat Nabi-Nabi sebelumnya.
[40] al-Qur’an, Surat al-Maidah: 48.
[41] Mahmud saf-Syafrowi, Indeks Lengkap Ayat-ayat al-Qur’an, (Yogyakarta: Mutiara Media, 2011), Hal. 192-193.
[42] al-Qur’an, Surat al-Baqarah: 4.

0 komentar:

Posting Komentar