PENDAHULUAN
Puji
syukur alhamdulillah penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
anugerah akal pikiran kepada penulis. Yang menjadi ciri-ciri mahluk paling
mulia (manusia), sehingga penulis bisa melakukan hal-hal yang sudah selayaknya
dilakukan oleh mahluk yang mulia. Salah satu dari hal-hal tersebut adalah
berkarya melalui ilmu yang penulis tuangkan melalui karya penulisan ilmiah
berupa makalah yang berjudul “Al-Qur’an, Hadits Nabawi dan Hadits Qudsi” ini.
Kemudian shalawat dan salam mudah-mudahan terus tercurah kepada Penerima Kitab
Suci nan Agung (Al-Qur’an) Muhammad SAW, keluarga, para sahabat, dan para
pengikutnya yang setia sampai akhir zaman.
Dalam
karya ilmiah ini, penulis menyajikan tentang definisi Al-Qur’an, Hadits Nabawi
dan Hadits Qudsi beserta persamaan dan perbedaan di antara ketiganya. Kemudian
penulis mengaitkan antara Al-Qur’an dan Kitab-Kitab Suci sebelumnya dalam
fungsinya. Untuk men-ta’kiid
spesifikasi Al-Qur’an, maka penulis melengkapinya dengan persamaan dan
perbedaan antara Al-Qur’an dan Kitab-Kitab sebelumnya.
Dalam
model penulisan karya ilmiah ini, penulis menyadur pendapat para pakar yang
kemudian menginterpretasikannya berdasarkan analisa karakteristik objek dan
menuangkannya dalam bentuk pendapat penulis. Sehingga pembaca akan lebih mudah
dalam menemukan maksud pikiran penulis dan hujjah tuangan pikiran penulis.
Mudah-mudahan
karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi para pecinta ilmu, terutama ilmu
Al-Qur’an. Namun “Tiada gading yang tak retak”, begitu pula karya tulis ini
yang sudah pasti ada kekurangannya. Untuk itu penulis berharap kepada para
pembaca untuk menyampaikan kritikan dan masukan, supaya karya tulis ini semakin
menuju kesempurnaan ke depannya. Terimakasih.
Penulis
Ahmad Fathoni
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN -1
DAFTAR ISI -3
PEDOMAN TRANSLITERASI -5
A. Al-Qur’an, Hadits Nabawi dan Hadits Qudsi -6
1.
Definisi Al-Qur’an, Hadits
Nabawi dan Hadits Qudsi -6
a.
Definisi Al-Qur’an -6
b.
Definisi Hadits Nabawi -12
c.
Definisi Hadits Qudsi -15
2.
Persamaan dan Perbedaan
Antara Al-Qr’an, Hadits Nabawi dan Hadits Qudsi -17
a.
Persamaan Antara Al-Qur’an,
Hadits Nabawi dan Hadits Qudsi -17
b.
Perbedaan Antara Al-Qur’an,
Hadits Nabawi dan Hadits Qudsi -17
B. Al-Qur’an dan Kitab-Kitab Suci Sebelumnya -19
1.
Fungsi Al-Qur’an -19
2.
Persamaan dan Perbedaan
Antara Al-Qur’an dan Kitab-Kitab Suci Sebelumnya -23
a.
Persamaan Antara Al-Qur’an
dan Kitab-Kitab Sebelumnya -23
b.
Perbedaan Antara Al-Qur’an
dan Kitab-Kitab Sebelumnya -28
C. Simpulan -31
SKEMA -33
A.
Sekema Sekema al-Qur’an, Hadits Nabawi,
Hadits Qudsi -33
B.
Sekema al-Qur’an dan Kitab-Kitab Sebelumnya -34
PENUTUP -35
DAFTAR PUSTAKA -36
PEDOMAN TRANSLITERASI
أ
|
A
|
ر
|
R
|
ف
|
F
|
||
ب
|
B
|
ز
|
Z
|
ق
|
Q
|
||
ت
|
T
|
س
|
S
|
ك
|
K
|
||
ث
|
TS
|
ش
|
SY
|
ل
|
L
|
||
ج
|
J
|
ص
|
SH
|
م
|
M
|
||
ح
|
Ḫ
|
ض
|
Ḓ
|
ن
|
N
|
||
خ
|
KH
|
ط
|
TH
|
و
|
W
|
||
د
|
D
|
ظ
|
DH
|
ه
|
H
|
||
ذ
|
DZ
|
ع
|
‘
|
ء
|
A
|
||
غ
|
GH
|
ي
|
Y
|
أيْ : Ai أوْ : Au ئَا : Â
إيْ : Î أ ُوْ
: Û ال : al-
Contoh:
عَلَيْهِ : ‘alaihi
يَوْمٌ : yaumun
مَاءٌ : mâun
فِيْهِ : fîhi
سُوْءٌ : sû’un
القُرْأنُ : al-Qur’an
A. Al-Qur’an,
Hadits Nabawi dan Hadits Qudsi
Di dalam bab ini, penulis hanya akan menjelaskan tentang
definisi, persamaan beserta perbedaan di antara ketiganya. Adapun tentang
bagian lainnya akan dijelaskan di makalah selanjutnya.
1.
Definisi Al-Qur’an, Hadits Nabawi dan Hadits Qudsi
a. Definisi
Al-Qur’an
Secara etimologi, para ulama’ berselisih pendapat tentang
asal-usul kata al-Qur’an. Di antaranya adalah menurut Manna’u Kholil al-Qotthon
bahwa kata al-Qur’an (القرأن) merupakan kata benda (mashdar) dari kata kerja قرأ-يقرأ-قرأة-قرأنا yang berarti membaca/bacaan. Kata قرأنا berwazan فعلان dan berarti مفعول yakni مقروء yang berarti “yang dibaca”.[1]
Pendapat pertama ini diamini oleh Muhammad ‘Abdul ‘Adhim as-Zarqani di dalam
kitab karangannya.[2]
Menurut al-Farra’ seorang ahli bahasa yang telah menulis
kitab ma’anil Qur’an, kata al-Qur’an berasal dari kata القرائن,
jamak dari قرينة yang berarti indikator (petunjuk). Oleh
karena sebagian ayat-ayat al-Qur’an serupa satu sama lain, sehingga seolah-olah
sebagian ayat-ayatnya itu merupakan indikator (petunjuk) dari yang dimaksud
oleh ayat lain yang serupa.[3]
Menurut al-Asy’ari, kata al-Qur’an berasal dari kata قرن yang berarti menggabungkan, sebab surat dan
ayat-ayat al-Qur’an itu telah digabungkan jadi satu antara yang satu dengan
yang lainnya.[4]
Menurut as-Zajjaj, kata al-Qur’an berasal dari kata القرأ yang berarti himpunan. Karena kenyataannya
bahwa al-Qur’an telah menghimpun inti Kitab-Kitab Suci terdahulu.[5]
Menurut as-Syafi’i, kata al-Qur’an bukan musytaq (bukan
pecahan dari akar kata apapun) dan bukan pula berhamzah (tanpa tambahan huruf
hamzah di tengahnya). ia merupakan nama yang diberikan oleh Allah kepada kitab
suci yang diturunkan kepada Muhammad SAW sebagaimana penamaan Kitab Taurat,
Zabur dan Injil. Dengan demikian, kata al-Qur’an bukan merupakan kata bentukan
(musytaq) dari kata tertentu.[6]
Dari banyak pendapat para pakar di atas, penulis lebih
sepakat dengan pendapat Manna’u Kholil al-Qotthon dan Muhammad ‘Abdul ‘Adhim as-Zarqani , bahwa
kata al-Qur’an (القرأن)
merupakan kata benda (mashdar)
dari kata kerja قرأ-يقرأ-قرأة-قرأنا
yang berarti membaca/bacaan. Kata قرأنا berwazan فعلان dan berarti مفعول yakni مقروء yang berarti “yang dibaca”. Jumhur ulama’
juga sepakat dengan pendapat ini. Dan ini juga diperkuat dengan kenyataan bahwa
al-Qur’an sendiri menggunakan kata قرأن tanpa al ta’rif dengan arti bacaan. Misalnya
dalam firman Allah:
إنّه لَقرأن كريم (77) فى كتابٍ مكنونٍ (78)
“Sesungguhnya
(al-Qur’an ini) adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara”.[7]
Dan juga
firman Allah:
إنّ علينا جمْعَه و قرأنَه (17) فإذا قرَأْ نَه
فاتّبِعْ قرْأنه (18)
"sesungguhnya kami yang Ian mengumpulkannya (di
dadamu) dan membacakannya (17) apabila kami telah selesai membacakannya maka
ikutilah bacaan itu (18) ."[8]
Sedangkan secara terminologi, para ulama’ juga berbeda
pendapat. Menurut Muhammad ‘Abdul ‘Adhim az-Zarqoniy, al-Qur’an adalah
perkataan (kalam) Allah, bukan perkataan Manusia, dan tidak ada keraguan
padanya.[9]
Menurut Drs. H. Inu Kencana Syafi’ie, al-Qur’an adalah kitab
suci yang diturunkan Allah SWT Tuhan semesta alam kepada Rasul dan sekaligus
Nabi-Nya yang terakhir Muhammad SAW melalui malaikat Jibril untuk disampaikan
kepada seluruh umat manusia sampai akhir zaman.[10]
Menurut para ahli usul, para fuqahâ’ dan para ulama’ Arab, al-Qur’an adalah lafaz yang
diturunkan kepada nabi Muhammad SAW dari awal surat al-Fatihah sampai akhir
surat an-Nas.[11]
Menurut as-Shâbuni, al-Qur’an adalah Kalam Allah
SWT yang diturunkan kepada Nabi dan Rasul terakhir melalui malaikat Jibril yang
tertulis dalam mushaf dan sampai kepada kita dengan jalan tawâtur (mutawâtir), membacanya merupakan ibadah
yang diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas.[12]
Menurut M. Hadi Ma’rifat, al-Qur’an adalah firman Allah SWT
yang mengandung pesan samawi yang diperantarai oleh wahyu (wahyu adalah ilham
gaib dari sisi malakut al-A’la yang turun ke alam materi).[13]
Menurut az-Zarqani, al-Qur’an adalah kalam yang mengandung
mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, tertulis di dalam mushaf,
dinukil dengan cara mutawâtir, dan membacanya adalah ibadah.[14]
Menurut para ulama’ , al-Qur’an adalah Firman Allah SWT yang
diturunkan kepada Muhammad SAW, yang pembacaannya menjadi satu ibadah.[15]
Menurut Ari Hendri, al-Qur’an berarti wahyu Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW secara berangsur-angsur dengan perantaraan
Malaikat Jibril, yang diriwayatkan secara mutawatir, dan membacanya merupakan
ibadah.[16]
Dari banyak definisi menurut para pakar di atas, penulis
merumuskan definisi al-Qur’an yang mengandung sifat-sifat sebagai berikut:
1) Kalâmullah
2) Mengandung
mu’jizat
3) Diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW.
4) Diturunkan
melalui malaikat Jibril.
5) Tertulis dalam
mushaf.
6) Disampaikan
dengan jalan mutawâtir.
7) Membacanya
merupakan ibadah.
8) Diawali dengan
surat al- Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas.
Dari perumusan sifat-sifat atau karakteristik yang ada pada
al-Qur’an di atas, selanjutnya penulis akan merumuskan definisi al-Qur’an yang
mengandung semua unsur dari karakteristiknya.
Maka, al-Qur’an adalah kalam Allah SWT yang mengandung
mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril dan
ditulis di dalam mushaf, serta disampaikan dengan jalan mutawatir, dan
membacanya merupakan ibadah, mulai dari awal surat al-Fatihah sampai akhir
surat an-Nas.
b. Definisi Hadits
Nabawi
1) جديد yaitu
baru, lawan dari قديم
. jama’nya: حِداث, حُدثاء, حُدُث.
pernyataan itu diamini oleh Ahmad Warson Munawwir dalam kamus
al-Munawir kata الحديث sama dengan الحادث
jamaknya حِداث artinya sama dengan الجديد yaitu
baru.[18]
2) قريب artinya, yang dekat, yang belum lama
terjadi seperti dalam perkataan: حديث الأحْدِ بالإسلامِ
= orang yang baru
memeluk agama Islam. Jama’nya: حِداث, حُدثاء, حُدُث
.
3) خبر yang berarti warta, seperti ungkapan:
ما يُحدَّثُ به و
يُنْقالُ
= sesuatu yang
dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada seseorang. Sama maknanya
dengan حِدِّثَ . dari makna inilah diambil perkataan
hadits Rasulullah SAW. Hadits yang bermakna
خبر ini diisytaq-kan dari تحديث yang
bermakna رواية atau إخبار=
mengabarkan. Apabila dikatakan حدّثنا بحديثٍ
, maka maknanya adalah أخبرَنا به حديثٌ
= dia mengabarkan suatu
kabar kepada kami.[19]
Jamaknya adalah حُدثان,
حِدثان, أحادث.
Dan أحادث inilah
yang dipakai buat jamaknya حديثٌ yang
bermakna خبر dari rasul.
Dan penulis lebih sepakat dengan حديثٌ yang
maknanya خبر . Karena hadits-hadits dari
Rasulullah SAW sering dikatakan أحادث الرسول.
Walaupun sebagian ulama’ seperti al-Farra’ dan az-Zamakhsyary mengatakan bahwa أحادث bukanlah
jamaknya حديثٌ , namun mereka mengatakan أحادث adalah isim
jamak dari حديثٌ , bukan jamaknya.
Secara terminologi, hadits Nabawi adalah segala perbuatan,
perkataan, dan keizinan nabi Muhammad SAW.[20]
Menurut al-Qaththan, Hadits Nabawi adalah apa yang
dibangsakan kepada Nabi SAW dari hal perkataan, perbuatan, takrir, atau sifat.[21]
Menurut para ulama’ pada umumnya, al-Hadits didefinisikan
sebagai sehala sesuatu yang dinisbahkan kepada Muhammad SAW, baik ucapan, perbuatan
dan takrir (ketetapan), maupun sifat fisik dan psikis, baik sebelum beliau
menjadi Nabi maupun sesudahnya. Namun ulama’ usul fiqh membatasi pengertian
hadits hanya pada ucapan-ucapan Nabi Muhammad SAW yang berkaitan dengan hukum.
Sedangkan apabila mencakup pula perbuatan dan takrir beliau yang berkaitan
dengan hukum, maka ketiga hal ini mereka namai dengan al-Sunnah.[22]
Setelah menelaah definisi Hadits Nabawi menurut para pakar,
penulis mengambil simpulan bahwa Hadits Nabawi adalah segala yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad SAW, baik yang berupa perkataan, perbuatan, taqrir, atau
sifat beliau.
c. Definisi Hadits
Qudsi
Secara etimologi, kata qudsi dinisbahkan kepada kata quds
(kesucian). Karena kata quds itu sendiri menunjukkan kebersihan dan kesucian
secara bahasa. Maka kata taqdîs berarti mensucikan Allah. Taqdîs sama dengan tathhîr, dan taqaddasa sama dengan
tathahhara (suci, bersih).[23]
Seperti dalam firman Allah:
و نحن نسبّح بحمدك و نقدّس لك
“dan kami senantiasa bertasbih dengan memuji-Mu dan
menyucikan diri kami karena Engkau”.[24]
Secara terminologi, hadits qudsi adalah satu hadits yang oleh
Nabi Muhammad SAW disandarkan kepada Allah SWT. Maksudnya, Nabi meriwayatkannya
dalam posisi bahwa yang disampaikannya adalah kalam Allah.[25]
Jadi, Nabi itu adalah orang yang meriwayatkan kalam Allah, tetapi redaksi
lafadznya dari nabi sendiri.
Untuk memudahkan pemahaman para pembaca, penulis menyertakan
contoh hadits qudsi. Adapun contohnya adalah sebagai berikut:[26]
Contoh pertama, Dari Abu Hurairah RA, dari Rasulullah SAW,
mengenai apa yang diriwayatkannya dari Tuhannya ‘azza wajalla: “Tangan Allah
itu penuh, tidak dikurangi oleh nafkah, baik diwaktu malam ataupun siang
hari...”.
Contoh kedua, Dari Abi Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW
bersabda: Allah SWT berfirman: “aku sesuai dengan apa yang menjadi dugaan
hamba-Ku. Aku bersamanya bila dia menyebut-Ku. Bila dia menyebut-Ku di dalam
dirinya, maka Akupun menyebutnya di khalayak orang ramai yang lebih baik dari itu...”.
2.
Persamaan dan Perbedaan Antara Al-Qr’an, Hadits Nabawi
dan Hadits Qudsi
a. Persamaan Antara
Al-Qur’an, Hadits Nabawi dan Hadits Qudsi
Persamaan
antara ketiganya adalah sebagai berikut:
al-Qur’an
|
Hadits NB
|
Hadits Qds
|
Sumber dari Allah
|
Sumber dr Allah
|
Sumber dr Allah
|
Boleh dijadikan hujjah
|
Boleh dijadikan hujjah
|
Boleh dijadikan hujjah
|
Sumber hukum Islam
|
Sumber hukum Islam
|
Sumber hukum Islam
|
b. Perbedaan Antara
Al-Qur’an, Hadits Nabawi dan Hadits Qudsi
Perbedaan antara ketiganya adalah sebagai berikut:[27]
al-Qur’an
|
Hadits NB
|
Hadits Qds
|
Makna dan lafalnya dari Allah
|
Makna dari pemahaman Nabi terhadap Firman Allah,
kata dan lafadznya dari Nabi sendiri
|
Makna dari Allah, namun lafal dari Nabi sendiri
|
Dinisbahkan hanya Kpd Allah
|
Dinisbahkan kepada Rasulullah
|
Diriwayatkan dengan disandarkan Kpd Allah
|
Dinukil secara mutawatir seluruhnya (kebenaran
mutlak)
|
Khabar ahad (ada kalanya sahih, hasan, dhaif)
|
Khabar ahad (ada kalanya sahih, hasan, dhaif)
|
Membacanya saja mrpakan ibadah
|
Membacanya saja belum ibadah
|
Membacanya saja belum ibadah
|
Boleh dibaca di waktu sholat
|
Tidak boleh dibaca di waktu sholat
|
Tidak boleh dibaca di waktu sholat
|
Menyentuhnya harus dalam keadaan suci (tidak
berhadats)
|
Menyentuhnya tidak harus dalam keadaan suci.
|
Menyentuhnya tidak harus dalam keadaan suci.
|
Menjadi Mu’jizat
|
Bukan mu’jizat
|
Bukan mu’jizat
|
B. Al-Qur’an dan
Kitab-Kitab Suci Sebelumnya
1.
Fungsi Al-Qur’an
al-Qur’an yang Agung ini memiliki beberapa fungsi.
Adapun fungsi al-Qur’an adalah sebagai berikut:
a) Petunjuk bagi
seluruh umat manusia
Sudah sangat familiar sekali di telinga para pemeluk agama
yang ḫanîf (Islam) yang sering membaca tentang
buku-buku keislaman dan atau yang sering mendengarkan kajian atau
ceramah-ceramah keagamaan bahwa al-Qur’an berfungsi sebagai petunjuk bagi
seluruh manusia. Sebagaimana yang dijelaskan oleh al-Qur’an sendiri:
ذالك الكتابُ لا ريبَ فيه هدى للمتّقين (2)
“Kitab (al-Qur’an) itu tidak ada keraguan di dalamnya,
sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa”[28]
ولو جعلْنـه قرآنا أعْجميّا لَقالوا لولا
فصِّلتْ أياته ءأعجميّ و عربيّ قل هو للذين أمنوا هدىً و شفاءٌ و الذين لا يؤمنون
فى أذانهم وقرٌ و هو عليهم عَمىً ألئك يُنادَوْنَ من مكانٍ بعيدٍ
“dan jikalau kami jadikan al-Qur’an itu sebagai bacaan dalam
bahasa selain Arab, tentulah mereka mengatakan: mengapa tidak dijelaskan
ayat-ayatnya? Apakah (patut al-Qur’an) dalam bahasa asing sedang (Rasul adalah
orang) Arab? Katakanlah: al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi
orang-orang mu’min. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada
sumbatan, sedang al-Qur’an itu satu kegelapan bagi mereka. [29]Mereka
itu adalah (seperti) yang dipanggil dari tempat jauh”.[30]
هذا بيانٌ للنّاسِ و هدىً و موْعظةٌ
للمتّقين
“ini (al-Qur’an) adalah penerangan bagi seluruh manusia dan
petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa”.[31]
Hakim Muda Harahap juga menyatakan hal serupa, bahwa
al-Qur’an adalah mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan
merupakan petunjuk bagi umat manusia.[32]
Selain mengandung petunjuk, al-Qur’an juga mengandung teladan
bagi umat Islam untuk mencapai kehidupan yang bahagia di dunia dan di akhirat
nanti.[33]
Fungsi yang pertama ini menurut Quraisy Shihab adalah fungsi
yang utama.[34]Karena
fungsi utama buku panduan hidup dan panduan bekal hidup (al-Qur’an) adalah
memberikan arahan atau tutorial (petunjuk).[35]
Petunjuk yang dimaksud adalah petunjuk agama, atau biasa
disebut dengan syari’at. Di dalamnya berisi aturan yang boleh dilalui atau
dilakukan dan yang tidak boleh dilalui atau dilakukan oleh umat manusia, dengan
tujuan agar manusia dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.[36]
b) Sumber pokok
ajaran Islam
Sebagai sumber pokok ajaran Islam, al-QUr’an tidak hanya
berisi ajaran yang berkaitan dengan hubungan manusia kepada Allah, tetapi juga
berisi ajaran tentang sosial ekonomi, akhlak/moral, pendidikan, kebudayaan,
politik, dan sebagainya. Dengan demikian, al-Qur’an dapat menjadi Way of
Life bagi seluruh umat manusia.[37]
c) Sebagai pembenar
dan verifikator terhadap Kitab-Kitab sebelumnya. Pendapat penulis ini
didasarkan pada firman Allah SWT:
و أنزلْنا إليك الكتابَ بالحقّ مصدِّقا
لِما بين يديه من الكتاب و مهيمِنا عليه فاحْكم بينهم بما أنزل الله ولا تتبعْ
أهواءَهم عمّا جاءَك من الحقّ لكلّ جعلنا منكم شِرْعة و مِنهاجا ولو شاء اللهُ
لجعلكم أمّة واحدة ولكن ليبلوَكم فى ما أتكم فاستبقوا الخيرات إلى الله مرْجِعُكم جميعا
فينبّئكم فيه تختلفون
“dan kami telah turunkan kepadamu al-Qur’an dengan membawa kebenara, membenarkan apa yang
sebelumnya. Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian[38]
terhadap Kitab-Kitab yang lain. Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa
yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan
meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu . untuk tiap-tiap umat di
antara kamu[39],
kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya
kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap
pemberian-Nya kepada kamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya
kepada Allahlah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepada kamu apa
yang telah kamu perselisihkan itu.”[40]
2.
Persamaan dan Perbedaan Antara Al-Qur’an dan
Kitab-Kitab Suci Sebelumnya
a. Persamaan Antara
Al-Qur’an dan Kitab-Kitab Sebelumnya
Sudah jamak diketahui bahwa semua agama pasti memiliki Kitab
Sucinya asing-masing. Sementara agama sendiri sangat banyak ragamnya, karena
antara agama dan keyakinan sudah hampir tidak ada lagi perbedaan. Secara
keseluruhan penulis mengklasifikasikan agama menjadi dua, yaitu Agama Samawi
dan Agama Ardhi. Namun penulis tidak akan membahas tentang klasifikasi
tersebut. Penulis hanya akan membahas tentang Kitab Suci Agama Samawi.
Agama samawi adalah agama yang diturunkan (kitab suci) dari
Allah SWT melalui malaikat Jibril dan disampaikan oleh Nabi/Rasul yang telah
dipilih oleh Allah SWT untuk disebarkan kepada umat manusia.
Karena ada Agama Samawi dan Agama Ardhi, maka ada juga Kitab
Samawi dan Kitab Ardhi. Nah, di sini penulis akan membahas Kitab Suci (Kitab
Samawi). Bahkan setiap masa ada Kitab Suci tersendiri, dan setiap Rasul diberi
kitab suci.[41]
Kitab Samawi adalah kitab-kitab yang ditulis berdasarkan
wahyu dari Allah SWT kepada para Nabi dan Rasul melalui malaikat Jibril. Yang
termasuk Kitab-Kitab Samawi adalah al-Qur’an, Injil, Taurat dan Zabur. Pendapat
penulis ini disandarkan pada Firman Allah:
و اللذين يؤمنون بما أنزل إليك وما أنزل من
قبلك
“dan orang-orang yang beriman terhadap apa yang telah
diturunkan (al-Qur’an) kepadamu dan apa yang telah diturunkan (Zabur, Taurat,
Injil) kepada orang-orang sebelum kamu ”.[42]
Sebelum menjelaskan persamaan antara keempat Kitab Suci
tersebut, penulis akan sedikit memberikan gambaran umum dari asing-masing
kitab. Kitab Zabur di turunkan kepada Nabi Daud AS dengan Bahasa Qibthi. Kandungan
pelajaran dari Kitab Suci ini antara lain: (1) berisi tauhid untuk menyembah
Allah dan tidak mensekutukannya. (2) perintah kepada kaum Nabi Daud AS untuk
berbuat kebaikan dan memenuhkan takaran. (3) Kitab ini digunakan dan berfungsi
untuk umat Nabi Daud AS saja.
Kitab Taurat diturunkan kepada Nabi Musa AS dengan bahasa
Ibrani. Kandungan ajaran pokoknya adalah: (1) ajaran tauhid kepada Allah. (2)
kitab ini untuk khusus untuk kaumnya Nabi Musa AS. (3) berisi ajaran qihshâsh, yaitu pemberian hukuman setimpal dengan
perbuatannya. (4) berisi kisah-kisah umat atau bangsa bani Israil mulai dari
perjuangan melawan Fir’aun sampai menetap di daerah Jerussalem, Palestina
(sekarang Israel). (5) tata cara taubat nabi Musa AS (dengan membunuh dirinya
sendiri, baru diterima taubatnya).
Kitab
Injil diturunkan kepada Nabi Isa AS dengan Bahasa Ibrani. Pokok ajarannya
(Injil yang dimaksud adalah Injil yang diberikan oleh Allah kepada
Nabi Isa AS sebelum adanya interfensi dan campur tangan dari manusia seperti
saat ini) adalah: (1) berisi ajaran tauhid kepada Allah. (2) Injil merupakan
penyempurnaan dari Zabur dan Taurat. (3) berisi tentang nilai-nilai kasih
sayang kepada manusia.
al-Quran
diturunkan kepada nabi terakhir Muhammad SAW dengan bahasa Arab. Pokok
ajarannya adalah: (1) mengajarkan tauhid kepada Allah. (2) pedoman dan petunjuk
hidup lengkap beserta hukum-hukumnya untuk kesejahteraan dan kebahagiaan
manusia seluruh bangsa di manapun berada serta segala zaman atau periode waktu.
(3) memiliki ayat-ayat yang mengagumkan, sehingga pendengarnya dapat
dipengaruhi jiwanya (tambahan keistimewaan). (4) memutus rantai taklid (yang
menghilangkan kebebasan berfikir serta memperlemah kemampuan berupaya dan
berkarya manusia). (5) memberi gambaran umum ilmu alam untuk merangsang
perkembangan berbagai ilmu. (6) memiliki ayat-ayat yang menghormati
akal pikiran sebagai dasar utama untuk memahami hukum dunia manusia. (7)
menyamakan manusia tanpa pembagian strata, kelas, golongan dan lain sebagainya.
Sementara penentu perbedaan di hadap Allah hanyalah taqwa. (8) dan masih banyak
lagi. Karena semua aspek tentang kehidupan manusia, lengkap dibahas di
dalamnya.
Persamaan antara keempat Kitab Suci tersebut adalah:
al-Qur’an
|
Injil
|
Taurat
|
Zabur
|
dari Allah SWT
|
dari Allah SWT
|
dari Allah SWT
|
dari Allah SWT
|
Turun melalui
perantara Jibril
|
Turun melalui
perantara Jibril
|
Turun melalui
perantara Jibril
|
Turun melalui
perantara Jibril
|
Berfungsi sebagai
petunjuk dan hukum
|
Berfungsi sebagai
petunjuk dan hukum
|
Berfungsi sebagai
petunjuk dan hukum
|
Berfungsi sebagai
petunjuk dan hukum
|
Diberikan kepada
Nabi/Rasul
|
Diberikan kepada
Nabi/Rasul
|
Diberikan kepada
Nabi/Rasul
|
Diberikan kepada
Nabi/Rasul
|
Mengajarkan Tauhid
(penyembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah)
|
Mengajarkan Tauhid
(penyembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah)
|
Mengajarkan Tauhid
(penyembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah)
|
Mengajarkan Tauhid
(penyembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah)
|
b. Perbedaan Antara
Al-Qur’an dan Kitab-Kitab Sebelumnya
Gambaran umum tentang keempat Kitab Suci sudah dijelaskan di
sup bab sebelumnya. Maka penulis akan langsung menjelaskan perbedaan antara
keempatnya. Adapun perbedaannya adalah sebagai berikut:
al-Qur’an
|
Injil
|
Taurat
|
Zabur
|
Diberikan kepada
Nabi Muhammad SAW
|
Diberikan kepada
Nabi Isa AS
|
Diberikan kepada
nabi Musa AS
|
Diberikan kepada
Nabi Daud AS
|
Untuk semua umat
manusia
|
Untuk umat Nabi
Isa AS
|
Untuk umat Nabi
Musa AS
|
Untuk umat Nabi
Daud AS
|
Peruntukannya
(aktifasinya) Tak terikat oleh waktu dan tempat
|
Peruntukannya
(aktifasinya) terikat oleh waktu zaman nabi Isa AS dan tempatnya juga khusus
kaumnya Nabi Isa AS
|
Peruntukannya
(aktifasinya) terikat oleh waktu zaman nabi Musa AS dan tempatnya juga khusus
kaumnya Nabi Musa AS
|
Peruntukannya
(aktifasinya) terikat oleh waktu zaman nabi Daud AS dan tempatnya juga khusus
kaumnya Nabi Daud AS
|
Teks aslinya masih
tetap terpelihara
|
Teks aslinya sudah
raib
|
Teks aslinya sudah
raib
|
Teks aslinya sudah
raib
|
Bahasa aslinya
masih eksisi sampai sekarang
|
Bahasa aslinya
telah punah, dan hanya sedikit sekali yang tahu
|
Bahasa aslinya
telah punah, dan hanya sedikit sekali yang tahu
|
Bahasa aslinya
telah punah, dan hanya sedikit sekali yang tahu
|
Keotentikan al-Qur’an
terjaga
|
Telah bercampur
antara Firman Allah dengan perkataan manusia
|
Telah bercampur
antara Firman Allah dengan perkataan manusia
|
Telah bercampur
antara Firman Allah dengan perkataan manusia
|
Sejarah turunnya
ayat jelas
|
Sejarah turunnya
ayat kabur
|
Sejarah turunnya
ayat kabur
|
Sejarah turunnya
ayat kabur
|
Untuk golongan
manusia dan jin
|
Untuk golongan
manusia saja
|
Untuk golongan
manusia saja
|
Untuk golongan
manusia saja
|
C. Simpulan
Dari pembahasan tentang ta’rif, persamaan dan perbedaan
antara al-Qur’an, Hadits Nabawi dan hadits qudsi. Bisa disimpulkan bahwa
al-Qur’an, hadits Nabawi dan hadits qudsi sama-sama dari Allah dan sama-sama
bisa dijadikan dasar hukum atau hujjah, namun al-Qur’an memiliki kesempurnaan
dengan semua makna dan lafalnya dari Allah sementara dua yang lain hanya
maknanya saja dari Allah. Walaupun kesemuanya sah untuk dijadikan dasar hukum
atau hujjah.
Sedangkan fungsi al-Qur’an adalah sebagai petunjuk bagi
seluruh umat manusia, sebagai sumber pokok ajaran Islam, dan sebagai pembenar
serta verifikator terhadap kitab-kitab sebelumnya.
Adapun persamaan al-Qur’an dengan Kitab-Kitab sebelumnya
adalah sama-sama bersumber dari Allah SWT dan diturunkan melalui malaikat
Jibril, serta sama-sama mengajarkan ketauhidan atau penyembahan kepada Tuhan
Yang Maha Esa (Allah). Namun ada perbedaan yang sangat mencolok antara
al-Qur’an dan Kitab-Kitab sebelumnya. Kalau al-Qur’an untuk semua umat manusia
sampai batas waktu yang tidak ditentukan selama manusia masih hidup di dunia (unlimited)
serta keotentikannya dijamin oleh Allah sendiri sampai akhir zaman. Sedangkan
Kitab-Kitab yang lain hanya untuk kaum Nabi mereka saja dan pada periode atau
masa tenggang waktu tertentu (periode Nabi mereka) serta keotintakannya tidak
dijamin oleh Allah sampai akhir zaman.
PENUTUP
Puji syukur Alhamdulillah penulis sampaikan kepada Allah SWT
yang telah memberikan nikmat dan bimbingan, sehingga penulis bisa menuangkan
ide dan gagasan melalui karya tulis ilmiah yang berbentuk makalah ini. Sholawat
serta salam semoga selalu tercurah kepada Penuntun Ummat manusia, yang terbaik
dari yang terbaik dari kalangan makhluk, Muhammad SAW.
Dengan adanya karya tulis ini, mudah-mudahan menjadi
sumbangsih khazanah keilmuan Islam khususnya dalam disiplin ilmu ‘Ulumul
Qur’an. Layaknya sebuah karya manusia yang tak luput dari kesalahan dan
kekhilafan, maka penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran dari para
pembaca demi semakin sempurnanya karya tulis ini.
Semoga Allah menerima amal Sholeh penulis dan pembaca sebagai
bentuk kwajiban seorang thâlibul ‘ilmi yang selalu belajar dan
mengamalkannya, sampai pada taraf menularkannya kepada orang lain. Sekian
terimakasih.
Penulis
Ahmad Fathoni
DAFTAR PUSTAKA
‘Abdul ‘Adhim az-Zarqani,
Muhammad, Manahilul ‘Urfan Fi ‘Ulumil Qur’an Jilid I, (Beirut: Darr
al-Fikri, 1988)
al-Qaththan, Syaikh Manna’, Pengantar
Studi Ilmu al-Qur’an, terj. Aunur Rafiq el-Mazni, cet. 1, (Jakarta: Pustaka
al-Kautsar, 2006)
as-Shalih, Subhi, Membahas
Ilmu-ilmu al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991)
Eldeeb, Ibrahim, Be A Living
Quran, terj. Faruq Zaini, (Tangerang: Lentera Hati, 2009)
GB Team, al-Qur’ânul Karîm, cet. Ke-2, (Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2011)
Hasbi Ash Shiddieqy, Teungku
Muhammad, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, (Semarang: PT. Pustaka
Rizki Putra, 1999)
Hendri, Ari, Mukjizat al-Qur’an,
(Jakarta: CV. Artha Rivera, 2008)
Kencana Syafi’ie, Inu, Ilmu
Pemerintahan dan al-Qur’an, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994)
Kholil al-Qotthon, Manna’, Mabaahits
Fii Ulum al-Qur’an, (Kairo: Maktabah Wahbah, 2000)
Ma’rifat, M. Hadi, Sejarah
al-Qur’an, terj. Thoha Musawa (Jakarta: al-Huda)
M.Federspiel, Howard, Kajian
al-Qur’an di Indonesia, terj. Tajul Arifin, (Bandung: Mizan, 1996)
MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Tim
Penyusun, Studi al-Qur’an, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011)
Muda Harahap, Hakim, Rahasia
al-Qur’an, (Depok: Darul Hikmah, 2007)
Qaththan, Manna’u, Pembahasan
Ilmu al-Qur’an, terj. Halimuddin (Jakarta: PT. Rinieka Cipta, 1993)
saf-Syafrowi, Mahmud, Indeks
Lengkap Ayat-ayat al-Qur’an, (Yogyakarta: Mutiara Media, 2011)
Shihab, M. Quraish, Membumikan
al-Qur’an, (Bandung Mizan, 1994)
Warson Munawwir, Ahmad, Kamus
al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, edisi kedua, cet. Ke 14,
(Surabaya: Pustaka Progressif, 1997)
[1] Manna’
Kholil al-Qotthon, Mabaahits Fii Ulum al-Qur’an, (Kairo: Maktabah Wahbah,
2000), Hal. 14.
[2] Muhammad
‘Abdul ‘Adhim as-Zarqani, Manahilul ‘Urfan Fi ‘Ulumil Qur’an Jilid I, (Beirut:
Darr al-Fikri, 1988), Hal. 14.
[3] Tim
Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Studi al-Qur’an, (Surabaya: IAIN Sunan
Ampel Press, 2011), Hal. 2.
[4] Ibid.
[5] Ibid.
[6] Subhi
as-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991), Hal.
10.
[7]
al-Qur’an, Surat al-Wâqi’ah: 77-78.
[8]
al-Qur’an, Surat al-Qiyâmah: 17-18.
[9] Muhammad
‘Abdul ‘Adhîm
az-Zarqoniy, Manâhilul ‘Urfân Fî ‘Ulûmil Qur’an jilid I, (Beirut: Dârul
Fikri, 1988), Hal. 15.
[10] Inu
Kencana Syafi’ie, Ilmu Pemerintahan dan al-Qur’an, (Jakarta: Bumi Aksara,
1994), Hal. 10.
[11]
Muhammad ‘Abdul ‘Adhîm az-Zarqoniy, Manâhilul ‘Urfân Fî ‘Ulûmil Qur’an jilid I, (Beirut: Dârul
Fikri, 1988), Hal. 19.
[12] Tim
Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Studi al-Qur’an, (Surabaya: IAIN Sunan
Ampel Press, 2011), Hal.3.
[13] M. Hadi
Ma’rifat, Sejarah al-Qur’an, terj. Thoha Musawa (Jakarta: al-Huda), Hal. 7.
[14] Tim
Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Studi al-Qur’an, (Surabaya: IAIN Sunan
Ampel Press, 2011), Hal. 3.
[15] Syaikh
Manna’ al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an, terj. Aunur Rafiq el-Mazni,
cet. 1, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006), Hal. 18.
[16] Ari
Hendri, Mukjizat al-Qur’an, (Jakarta: CV. Artha Rivera, 2008), Hal. 7.
[17] Teungku
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, (Semarang: PT.
Pustaka Rizki Putra, 1999), Hal. 1.
[18] Ahmad
Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, edisi kedua, cet.
Ke 14, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997). Hal. 242.
[19] Yaitu:
Sim dari al-Hadîts adalah tahdîts, yang artinya memberitahukan. Maka
yang diberikan itu dinamakan hadits. Ringkasnya, lafaz hadits bukan sifat
musyabbahah, walaupun dia sewazan dengan karîm.
[20] Inu
Kencana Syafi’ie, Ilmu Pemerintahan dan al-Qur’an, (Jakarta: Bumi Aksara,
1994), Hal. 26.
[21] Mana’ul
Qaththan, Pembahasan Ilmu al-Qur’an, terj. Halimuddin (Jakarta: PT. Rinieka
Cipta, 1993), Hal. 16.
[22] M.
Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, (Bandung Mizan, 1994), Hal. 121.
[23] Syaikh
Manna’ al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an, terj. Aunur Rafiq el-Mazni,
cet. 1, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006), Hal. 25.
[24]
al-Qur’an, Surat al-Baqarah: 30.
[25] Syaikh
Mnna’ al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an, terj. H. Aunur Rafiq
el-Mazni, cet. 1, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006), Hal. 25.
[26] Ibid,
Hal.26.
[27] Ibrahim
Eldeeb, Be A Living Quran, terj. Faruq Zaini, (Tangerang: Lentera Hati, 2009),
Hal. 31.
[28]
al-Qur’an, Surat al-Baqoroh: 1.
[29] Yang
dimaksud kegelapan bagi mereka adalah tidak memberikan petunjuk bagi mereka.
[30]
al-Qur’an, Surat Fusshilat: 44.
[31]
al-Qur’an, Surat Ali Imrân: 138.
[32] Hakim
Muda Harahap, Rahasia al-Qur’an, (Depok: Darul Hikmah, 2007), Hal. 33.
[33] Howard
M.Federspiel, Kajian al-Qur’an di Indonesia, terj. Tajul Arifin, (Bandung:
Mizan, 1996), Hal. 113.
[34] Quraisy
Shihab, Membumikan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1994), Hal. 27.
[35] Seperti
layaknya buku petunjuk penggunaan alat elektronik. Maka fungsi utamanya adalah
sebagai petunjuk pemakaian produk tersebut. Yang namanya buku petunjuk, fungsi
utamanya adalah sebagai petunjuk.
[36] Tim
Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Studi al-Qur’an, (Surabaya: IAIN Sunan
Ampel Press, 2011), Hal. 12.
[37] Ibid.
[38] Maksud
dari batu ujian adalah sebagai ukuran untuk menentukan benar tidaknya ayat-ayat
yang diturunkan dalam Kitab-Kitab sebelumnya.
[39]
Maksudnya, umat Nabi Muhammad SAW dan umat Nabi-Nabi sebelumnya.
[40]
al-Qur’an, Surat al-Maidah: 48.
[41] Mahmud
saf-Syafrowi, Indeks Lengkap Ayat-ayat al-Qur’an, (Yogyakarta: Mutiara Media,
2011), Hal. 192-193.
[42]
al-Qur’an, Surat al-Baqarah: 4.
0 komentar:
Posting Komentar